Saat pulang kerja,
seperti biasa aku suka langsung mencari dua keponakanku yang berumur 2 dan 3
tahun. Yang 2 tahun namanya Khanza dan yang 3 tahun namanya Zahra. Keduanya
lahir dari orang tua yang berbeda, ibu mereka adalah kakakku. Tingkah mereka
selalu membuat aku melupakan kepenatan setelah pulang kerja, rasa lelah pun
hilang seketika ketika melihat mereka sedang bermain diteras rumah. Dan saat
itulah aku mulai bereaksi, datang langsung menciumi mereka, mengganggu segala
keasikan mereka dan membuat mereka risih, lalu mengejar-ngejar aku sambil
membawa sapu dan sesekali melempariku dengan mainannya. Hal ini yang membuat
aku asik, mengajak mereka keja-kejaran layaknya Tom and Jerry. Aku yang
menjelema jadi Tomnya dan kedua keponakanku itu menjelma menjadi Jerry dan
keponakan Jerry, tak hapal namanya. Hehe.
Sore itu, berbeda
dengan hari-hari biasanya. Zahra tengah main rumah-rumah sendirian di teras
rumah. Dia memegang sisa kankung yang sudah di potong-potong oleh uwanya.
Tangannya telihat sangar memotong sayur-sayuran menjadi potongan-potongan yang
amuradul, berhamburan kemana-kemana, menggunakan pisau kesayangnya, pisau
mainan.
“ eh Aya, ko main
sendiri si Dede kemana ? tidur ? “. Aku memutuskan untuk menghampirinya. Dede
adalah panggilan untuk Khanza.
“ Dede di lumahnya,
nanis “. Jawabnya, cuek asik memotong-motong kankung. Cara bicaranya memang
belum terdengar jelas.
“ nangis kenapa ? di
nakalin sama Aya ya ? hayooohh. Nakal. Nakal ya. “ tanyaku menyelidik. Tanganku
sudah mulai iseng mencubit-cubit pipinya yang gembul.
“ iya nanis ama Aya.
Dede yang natal mutul Aya, belantem aja. “
“ hahahaha dasar bocah.
“ kembali aku mencubit pipinya, gemas terus dibuatnya. Biarkan saja biar tambah
meral dan tembem pipinya hehe.
“ uuuwwaaaaa. “ Zahra
mulai terusik dengan kedatanganku yang menggangu ketenangannya bermain
rumah-rumahan. Berteriak dengan suara yang melengking, memanggil uwanya yang
sedang masak di dapur.
“ L, kebiasaan
ngeganggu bocah lagi asik main saja. “ teriak uwanya dari arah dapur.
Dari luar rumah aku
cekikikan mendengarnya. Selalu saja asik membuat keponakanku berteriak-teriak.
Menjahilinya.
Beberapa menit aku
membiarkan Zahra asik melanjutkan rumah-rumahannya. Aku tinggalkan Dia dan berlalu
ke kamar, mencari handuk, mandi dan shalat ashar.
Setelah itu aku
berganti pakaian dan keluar kamar.
Pandanganku tertuju
pada balon udara yang berbentuk anak harimau, mengapung-ngapung di dekat meja
makan dengan di ikat batu sebagai pemberatnya. Tuiing. Munculah ide unik dari
kepalaku. Dengan cepatnya aku melepaskan batu pemberat balon itu, dan sisa tali
yang ada di balon itu aku sambungkan pada gelasan ( benang untuk menerbangkan layang-layang
). Balon udara itu akan langsung melayang ke udara tanpa ada pemberatnya. Aku
lari-lari kecil keluar rumah, ku lihat Zahra masih tetap memainkan pisau
mainannya. Aku memanggilnya. Mengajaknya mentang/pentang ( menerbangkan
layang-layang ), tapi kali ini pakai balon udara. Dan aku menyebutnya
layang-layang 2013.
“ Ya, balonnya mbi
pentang ya ?. “ tanyaku padanya. Dia langsung menoleh ke arahku yang sudah
membawa balon anak harimaunya.
“ boeh mbi boeh. “
jawabnya riang, gontai berlari ke arahku yang akan menerbangkan balonnya. Boeh
yang artinya boleh. Jelas sekali aku senang dengan jawabannya.
Wuuuusssssshhhh.
Hembusan angin berhembus perlahan, lambat laun membawa balon anak harimau itu
melayang-layang di langit. Zahra sudah asik berseru ingin ikut memegang tali
yang menerbangkan balonnya itu. Namun aku tak memberikannya, “ nanti terbang
jauh, sudah sama mbi saja ya. “ kataku melarangnya untuk ikut memegang talinya.
Zahra langsung paham dengan laranganku, mengangguk-anggukan kepalanya. Dia
lebih memilih berteriak-teriak senang, takzim dengan melihat anak harimau
terbang. Zahra berjingkrak-jingkrak mengikuti arah balonnya yang di hembuskan
oleh angin. Aku semakin asik dan fokus menarik talinya, mengarahkan balon itu
agar tidak nyangkut di pohon alpukat dekat rumah, atau nyangkut di antena
tetangga.
15 menit balon itu ada
di udara.
Tak lama kemudian, tali balon itu sedikit nyangkut ke sela-sela genting rumah. Dan teeeeessssssssss, tali itu putus. Balon anak harimau terbang menjauh, sempat akan di tangkap oleh Aldi, anak tetangga yang sedang ada di loteng rumahnya. Dia berseru,“ waaahh balon siapa tuh ?. “
Tak lama kemudian, tali balon itu sedikit nyangkut ke sela-sela genting rumah. Dan teeeeessssssssss, tali itu putus. Balon anak harimau terbang menjauh, sempat akan di tangkap oleh Aldi, anak tetangga yang sedang ada di loteng rumahnya. Dia berseru,“ waaahh balon siapa tuh ?. “
Aku dan Zahra langsung
berlarian mengejar kemana arah balon itu di terbangkan oleh angin. Aku
memanggil Aldi yang masih di atas loteng, “ Di, bukanya ditangkap.” Teriakku
sedikit kesal.
“ yeeeyy orang tidak
ada talinya, gimana cara tangkepnya ? loncat ? benjol dong kepalaku. Lagian
balon ko di pentang, emangnya layangan. Haha. “ seru Aldi yang malah
mengejekku.
“ Layang-layang 2013
Di. “ jawabku, memajukan bibirku lebih dari 5cm, mungkin.
Aldi tertawa
terpingkal-pingkal mendengar jawabanku, dan Zahra sudah menangis histeris
melihat balonnya terbang berpuluh-puluh kilo meter sampai hilang di tutupi
awan-awan senja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar