Entah
ini yang keberapa kalinya aku membaca novel yang mengisahkan tentang kehidupan penulisnya
sendiri, dari masa gelap hingga masa terangnya. Yang dirangkum baik dalam
tulisan bergenre fiksi maupun nonfiksi. Pasti didalamnya mengandung unsur
motivasi, dan aku selalu suka. Tak heran kalau aku bisa merampungkan novel
biografi dalam satu hari. Tergantung apakah cerita tentang kehidupan penulis
itu menarik atau tidak. Dan novel Mata Kedua yang di tulis sama Ka Ramatditya
Adikara ini termasuk dalam novel yang paling menarik yang pernah aku baca.
Dilihat dari jalan ceritanya yang original, penuh dengan twist
(Kejadian-kejadian yang tidak disangka-sangka/tidak dapat diduga oleh si
pembaca), tentang persahabatan yang benar-benar PERSAHABATAN tanpa memandang
seseorang itu siapa? Berasal dari mana? Apakah fisiknya sempurna atau tidak?
Apakah cantik atau jelek? Pintar atau bodoh? Si penulis seperti punya tujuan
untuk membunuh semua rasa diskriminasi tersebut, dan ia sungguh sangat, sangat berhasil,
melahirkan cerita persahatan yang indah dengan disisipi kisah cinta yang
mengugah. Menginspirasi tetapi tidak menggurui. Cocok dibaca oleh anak-anak
muda, remaja tepatnya. Dan ada yang paling, paling membuat aku suka dan tertarik
dengan novel ini. Ya, didalam cerita didominasi sama bahasan games-games yang
dulu, duluuu banget aku pernah mainin, seperti Nintendo misalnya dan masih
banyak lagi bahasan tentang games-games yang lainnya, yang menarik kembali
ingatanku pada masa lalu, pada masa dimana aku gemar sekali memainkan games.
Meski, meskipun aku perempuan aku doyan main games. Seperti Rara si cewek
genius didalam cerita.
Ramaditya
Adikara adalah seorang tunanetra yang banyak sekali memiliki mimpi. Dan
mimpi-mimpinya itu lahir dari hobinya memainkan games. Dia memang tunanetra, tetapi
Dia pintar, teramat pintar malah. Dia memiliki kemampuan yang sangat luar
biasa, saat bermain game sering meraih skor tertinggi dari teman-temannya,
sehingga membuat semua teman-temannya terheran-heran, bagaimana mungkin,
seorang tunanetra bisa main games? Apakah itu lelucon? Tidak hanya itu, banyak
sekali hal-hal yang mengejutkan lainnya yang dilakukan oleh seorang tunanetra
yang tak bisa terbayangkan sebelumnya.
Semua
itu berawal ketika Rama, begitulah panggilan kecilnya. Dia masuk SMA 67 yang
menjadi SMA favorit yang ada di Jakarta. Hal ini menjadi awal mula Tuhan merangkai
indah kehidupan Rama ketika ia remaja. Rama yang tidak bisa melihat mendapatkan
banyak cobaan dari lingkungan sekolahnya yang tidak seperti ia belajar di SLB
(Sekolah Luar Biasa). Sulit sekali menyesuaikan dirinya dengan murid-murid yang
menganggapnya aneh, malah ada salah seorang yang mencibirnya dengan pedas,’Dia
itu butakan? Kenapa tidak sekolah dengan teman-temanmu yang sama denganmu, di
SLB. Merepotkan saja.’ Dan berbagai macam cibiran super pedas lainnya, yang
memiliki level yang terus meningkat.
Hingga
penulis akhirnya memunculkan beberapa malaikat untuk menolongnya. Pertama
ketika Rama nabrak gerbang sekolah, dan kejadian itu mempertemukan dengan Rara.
Seseorang yang akan memberikan cahayanya untuk Rama. Kemudian pertemuan dengan
Elis, Ardan, Dodo, Niki, Rhismal dan teman-temannya yang lain. Hari-hari Rama
menjadi penuh dengan cahaya dari orang-orang yang disayangnya dan
menyayanginya. Yang siap sedia melayaninya dalam suka maupun duka.
Saat
level persahabatan inilah yang membuat aku enggan berhenti membaca, dan dengan
buas terus membuka setiap lembarannya. Merekalah orang-orang yang selalu
membantu Rama ketika Dia mengalami kesusahan hingga menghadapi orng-orang yang
terus mnggunjingnya tanpa henti. Seorang gadis yang begitu benci dengan Rama,
terus mengejainya yang tak lain adalah Cindy and The Geng. Dan tak lupa, Pak
Soemanto, guru Bahasa Indonesia yang secara blak-blakkan mengaku merasa
direpotkan, karena harus mengajar anak tunanetra seperti Rama. Itu berarti
beliau harus ektra sabar saat menjelaskan mata pelajarannya.
Dan
saat level percintaannya, hal yang paling menarik. Percintaan ala-ala gamer,
antara Rama dan Rara. Kisah cinta anak muda yang tidak merusak diri mereka.
Mengerti bagaimana mengelola rasa cintanya, membiarkannya tumbuh, hingga nanti
dipetik saat waktunya sudah tepat. Ada rasa sejuk dihati ketika hinggap pada
level ini.
Novel
ini merupakan novel yang bagus, membuat batin kita terjotos hingga sadar. Bahwa
keterbatasan yang dimiliki seseorang bukan berarti sebagai penghalang untuk
mencapai keberhasilannya, boleh jadi itu kelebihan, jika hati selalu disirami
air kesyukuran. Novel ini juga menjadi sekup yang besar untuk mengeruk semua
yang menghalangi mata penglihatan dan mata hati kita, agar selalu bersyukur
kepada-Nya. Dan menjaga dengan baik tubuh yang kita pinjam dari-Nya. Semua
ciptaan-Nya tidak ada kegagalan, dan tidak diciptakan untuk gagal. Kita yang
memiliki anggota tubuh yang lengkap, seharusnya harus lebih, lebih lagi.
Sungguh,
ulasanku tentang novel ini karena kekagumannku akan jalan ceritanya...
writer...motivator.