Malam
ini aku melihat rembulan tak tersaput awan, langit nampak bersih. Tiba-tiba 2
keponakan aku muncul dari balik pintu rumah. Melihat aku lagi nongkrong di
teras depan, mereka langsung menghampiri. Dan bertanya. Keponakan aku memang
bawel. Hehehe.
Kanza :
Mbi lagi apa?
Aku :
Lagi lihat bulan dong!
Zahra : Mana, mana.
(Sambil lari ke arahku, di ikuti Kanza juga).
Beberapa menit
kemudian, kami bertiga menyanyikan lagu Ambilkan Bulan. Hal ini bukan kali
pertama kita lakukan. Aku suka mengajak mereka melihat bulan, juga keindahan
alam lainnya. Agar mereka mengenal Tuhan mereka, Sang Maha Pencipta. Dan saat
seperti inilah yang selalu menarik rasa penasaran mereka untuk bertanya, khas
anak-anak. Sangat menggemaskan, lucu dan lugu.
Kanza : Mbi, bulan
rumahnya dimana?
Aku
: Bulan rumahnya di langit
gelap, di atas sana. (Telunjuk kiriku tegak menusuk langit. Tangan kananku lagi
di balut perban, jadi nunjuk pakai tangan kiri deh. Hiks).
Kanza : Bukannya rumahnya itu di atas awan
ya Bi? (Dengan raut wajahnya yang polos, dia bertanya. Bibirnya yang mungil
mengatup-ngatup. Menggemaskan).
Aku : Bukan sayang. (Kedua bibirku
pun tak tahan menarik segaris senyum melihat mereka, sungguh lucu, berwajah
baby face, mungil. Ya Tuhan, apa dulu aku juga seperti mereka?).
Aku bisa melihat
rembulan di kedua mata mereka yang mengerjap-ngerjap, bersinar bak rembulan
mini.
Zahra. Keponakan aku
yang satu ini tidak terlalu banyak bertanya. Dia sedari tadi melantunkan ritual
pengambilan bulan.
Zahra : Mbi, ambilkan bulan atuh. (Tak
menyangka, dia diam-diam memendam keinginan yang sejenak membuat aku bingung
menjawabnya. Pengaruh dari lagu).
Kemudian aku membuka
telapak tangan ke udara yang hampa, dan membenamkan rembulan disana. Aku
menggegamnya. Lalu aku berikan pada keponakanku dengan ekspresi seru dan
mengagetkan.
Aku
: Ayo, Aya ini bulannya,
kantong mana kantong?
Sempurna saja mereka terkejut, heran
dan bingung.
Aku : Ayo, sini mana kantongnya,
mbi masukin. (Mekar sudah senyumku, gugur
untuk mereka).
Zahra langsung
menyeringai gembira menerimanya. Berhasillah aku memancing imajinasi mereka
haha.
Kanza : Mbi, ko bulannya ndak
jalan-jalan sih?
Hahaha. Kali ini
senyumku tak lagi mekar, melainkan berubah menjadi bom yang meledak-ledak. (Ehh,
maksudnya senyumnya ding yang meledak-ledak :D).
Aku : Hmm... Bulannya lagi
istirahat. Nanti jalannya kalau kalian sudah tidur. Hehe.
Kanza : Aaaaahhh pengen liat bulan
jalan... Ntal pas dede tidur bukan mbi?
Ckckckck. Aku hanya
mengangguk. Mengiyakan. Merasa kasian. Aku mengeluarkan ide cemerlang, mereka
ingin melihat bulan berjalan bukan? Baiklah. Aku kasih tahu caranya.
Aku
: Coba kalian jalan kesana
dan lihat bulannya jalan ndak?
Mereka langsung menuruti perintahku.
Bergegas berjalan ke teras bawah.
Zahra : Iiihh mbi, bulannya ngikutin
aya.
Kanza : Iya, bulannya jalan mbi.
Bulannya jalan. (Mereka berseru sangat senang. Mereka tak lagi berjalan, dengan
riang mereka berlari-lari kecil. Mungkin mereka ingin melihat bulan berlari?).
Rembulan sempurna
mengambang di kedua mata mereka yang mengerjap-ngerjap, berputar-putar, bulat
seperti buah leci, mungil. Malam menjadi riuh oleh seruan dan decak kagum
mereka. Dalam hatiku berseru,”Itulah keagungan Tuhan kita yang Maha Besar,
sayang. Indah bukan? Dan kalian adalah rembulan yang mampu berjalan itu. Kalian
adalah rembulannya ibu dan ayah kalian.”
Dua puluh menit
kiranya aku dijejali pertanyaan-pertanyaan lugu mereka. Lalu diakhiri dengan
pertanyaan yang tak terduga.
Kanza : Mbi, bulan
kenapa sendirian?
Jleeebb. Pertanyaan
apa ini? Sejenak aku membetulkan kerudungku yang sedikit melengkung terkena
hembusan angin malam. Aku juga baru ngeuh, kenapa rembulan malam ini cuma
sendirian? Ternyata bintang-bintang tersamarkan awan.
Aku :
Ada ko temennya. (Berfikir keras! Aah iya langit-langit malam itulah temannya.
Dan langit-langit malam itulah... jodohnya. Aduh sayang untuk yang satu ini tak akan ada jawaban.
Suatu saat nanti kalian pasti mengerti. Rembulan itu....)
Zahra : Temannya itu, awan ya mbi?
Aku tersenyum, ragu mengiyakan saja.
Aku : Ada satu lagi temannya yang
genit, suka ngedip-ngedipin mbi hehe.
Kanza : Bintang ya mbi?
Aku : Iya sayang. Hmm, kalau malam
ada bulan sama bintang, kalau siang ada apa hayoh? (Aku mengalihkan mereka dengan
pertanyaan).
Kanza +
Zahra : Aaaaaawaaaaannn! (Terdengar
seruan mereka yang menggelegar).
Hey, ngomong-ngomong dari tadi
jawaban mereka awan terus hihihi.
Aku : Bukan. Itu yang bulat kaya
bulan, yang bikin panas. Tapi cantik. :D
Beberapa menit mereka
diam, bingung. Lalu aku pancing mereka dengan jawaban yang patah-patah aku
lapalkan.
Aku : Namanya. M.A.T.A......
Zahra : MATAHARIIII.
Aku : Hoorreee. Iya, betul. Mm,
udah yuk kita masuk rumah, udah malam.
Tanpa perlu berkata
dua kali. Mereka langsung berlari ke dalam rumah. Dengan aku yang menggiring
mereka di belakangnya.
Nanti pagi. Kita lihat
matahari. Acara rutin kita, pagi hari bermandikan embun, menanti mentari, dan
menunggu aungan kereta api. Dan mudah-mudahan kalian tidak bertanya di mana
rumah matahari?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar