Bukankah diri kita sendiri, sang pelempar dadu itu? memutuskan untuk
mengundi di takdir mana dadu itu akan berhenti. Itulah nasib kita.
Maka jalanilah. Di jalan takdir itulah kita hidup. Kemudian, menunggu Tuhan memberikan kesempatan kita untuk melemparkan dadu itu lagi. Karena hidup itu selalu di awali dengan sebuah PENGAMBILAN KEPUTUSAN. Mau tidak mau, kita pasti di paksa untuk memilih. Tindakan dan diam kita juga itu sudah menjadi keputusan. Hanya waktu yang bisa menjawab, siapa yang untung-rugi. Posisi keduanya itu selalu bersisian, berdampingan.
Ingatlah kita hanya Sang Pelempar Dadu. Kita tidak tahu di bagian sisi mana dadu itu akan berhenti. Dan tidak selalu berhenti sesuai dengan keinginan kita. Entah di angka genap atau ganjil. Maka lemparkanlah dadu itu, dan biarkan takdir berputar-putar, mencandaimu, hingga nanti tiba di bagian sisi yang kita inginkan. Karena kita selalu di beri kesempatan yang sama untuk melempar dadu, hanya sedikit orang saja yang berani melemparkan dadu, mengubah nasibnya. Padahal semua tahu, untuk mendapatkan bagian angka yang di inginkan dengan cara terus melemparkannya, sampai keberuntungan dan kepantasan itu datang memberhentikan dadu sesuai dengan bagian angka yang kita inginkan.
Jadi! Ambilah keputusan dan kita pasrahkan semua jawabannya pada ketentuan Tuhan.
Hujan tidak hanya mampu menyamarkan airmataku ketika Aku menangis. Namun Hujan juga mampu membuat hatiku merasakan tenang dengan suara rintikan yang jatuh dari atas langit. Hujan selalu meredamkan amarah di hatiku bahkan mampu menghapus kebencian yang meradang di hatiku. Suasana Hujan yang selalu Aku rindukan, seperti katak yang selalu riang menyambut datangnya Hujan dengan menyanyikan nyanyian hujan. Tak peduli dengan gelegar petir yang menyambar, Aku tetap mengagumi Hujan.
Senin, 27 Januari 2014
Minggu, 26 Januari 2014
KISAH PERJALANANKU MENGALAHKAN WAKTU
Seperti
lagu Sherina Munaf di film Pertualangan Sherina yang mengatakan,’Setiap Manusia
di dunia pasti punya kesalahan.’ Begitu juga denganku. Tak terhitung berapa
banyak aku melakukan kesalahan yang berujung pada kegagalan dalam hidup.
Penyesalan, kekecewaan, kesedihan, keterpurukan, keputusasaan, hingga kesakitan
telah menjadi cita rasa dalam hidupku tidak hambar. Di sini aku akan berbagi
kisah, yang tak akan pernah aku lupa. Ketika aku harus mati-matian memperjuangkan
mimpiku. Sedikit ada kemiripan dengan kisah yang ada di novel Perjalanan
Mengalahkan Waktu yang di tulis oleh Fatih Zam.
Aku
terlahir sebagai anak bungsu dari 8 bersaudara. Di tahun 2009 yang lalu aku
lulus dari sekolah Mts Nurul Hikmah. Saat itu aku punya keinginan untuk
meneruskan sekolah ke MAN Cijeruk yang lokasi sekolahnya tidak jauh dari
sekolahku yang dulu. Aku tahu hal ini akan menjadi hal yang sangat sulit untuk
aku raih. Bagaimana mungkin aku di perbolehkan meneruskan sekolah MA sedangkan
semua kakak-kakakku tidak ada yang meneruskan sekolahnya ketika lulus dari
SMP/MTS yang sama denganku. Mereka memilih kerja di pabrik-pabrik terdekat,
yang memang bisa memperkerjakan anak yang masih terbilang baru menginjak usia
remaja. Ke-7 kakakku jelas memilih membantu memenuhi ekonomi keluarga, karena
Ibu hanya Ibu Rumah Tangga dan Bapak adalah seorang buruh tani yang
berpenghasilan tidak tetap.
Entah
kenapa. Aku punya keinginan yang berbeda dengan kakak-kakakku. Mereka bilang
karena aku anak bungsu jadi manja, belum bisa memikirkan soal uang dan
kebutuhan keluarga, dan sebagainya. Inilah yang menjadi tantanganku, sebuah
tembok yang membentang begitu tinggi yang harus aku lewati untuk sampai pada
impian yang di harapkan. Perkataan mereka membuat aku semakin membulatkan
tekad, dan meluruskan niat secara benar-benar. Ada semangat yang begitu kuat,
menggebu-gebu dalam diriku. Tak terhitung sudah berapa kali keinginanku itu di
rendahkan, di cuekkan, bahkan tak di dengar. Tak terhitung jutaan alir yang mengalir
dari mataku, merengek, memaksa, menjelaskan, bahwa mimpiku itu baik. Dengan
sekolah aku bisa belajar mmperbaiki diri, dan ada yang lebih penting lagi yaitu
bisa meningkatkan derajat keluarga. Beberapa kali mereka selalu bercerita
tentang keluarga kita yang tak begitu di hargai, dan kadang selalu di anggap
remeh oleh para tetangga yang memang memiliki finansial yang lebih dari
keluargaku.
Uang
yang menjadi persoalanku, menjadi bayang-bayangan abu yang mengelabuiku. Ketika
aku mulai ingin berjalan menuju mimpiku itu. Entah berapa kali aku mengadu pada
Tuhan, memohon pada-Nya agar meluluhkan hati mereka, menangis tersedu-sedu di
atas sajadah yang di penuhi tetesan airmata pengharapanku pada-Nya. Aku meminta
keajaiban kata’Kun’ darinya. Jika mimpiku itu baik, maka mudahkanlah Ia bagiku.
Aku bersimpuh, dengan tumbuhku yang meringkih, dengan suara yang lirih, dengan
hati yang menanggung beribu perih, memasrahkan semuanya pada yang Maha Pemberi
Keputusan. Aku tidak mengetahui apa-apa yang masih tersembunyi. Biarkan langit
mengumpulkan doa-doaku di sebuah Laci Tuhan. Mimpi mana yang akan Dia pilih
untuk di wujudkan. Di persetiga malam itu aku benar-benar pasrah akan takdir
pagi yang seperti apa yang ku dapat nanti. Takdir pagi yang seperti apa yang
akan aku tampi. Aku sudah terlanjur pasrah.
Tuhan,
Illahi Rabbi. Ternyata memahami apa mauku. Bisa melihat niat baikku. Pagi itu
aku di berikan kekuatan untuk melangkahkan kakiku menuju sekolah baru. Bertekad
untuk daftar sekolah tanpa sepengetahuan keluarga. Dengan membawa Asma-Nya
bersamaku. Aku yakin Allah akan memberikan jalan itu, bagi hambanya yang
sungguh-sungguh. Rezeki adalah rahasia-Nya, tapi untuk mendapatkannya kita
harus berjuang, tidak berdiam diri. Yang ada di fikiranku saat itu adalah yang
penting aku bisa daftar dan bisa masuk sekolah itu, insya Allah jalan rezekinya
akan di atur oleh Allah, lewat siapapun, meskipun aku tidak tahu akan lewat
mana Dia mengalirkannya. Tetapi aku yakin.
Singkat
cerita. Aku berhasil masuk sekolah yang aku inginkan. Entah itu karena
keegoisanku atau kesungguhanku. Tergantung kacamata orang mau memandangnya dari
mana. Aku tidak peduli. Namun hanya setengah semester saja aku mendapatkan
kebahagian bisa duduk di bangku sekolah menengah atas, setelah itu keluargaku
membentuk tembok yang begitu besar dari sebelumnya. Aku seperti di seret kasar
dari mimpiku itu, di tarik, di cabik, hingga kepedihan itu kembali mengukungku.
Kembali
aku di uji. Meskipun saat aku sekolah tak banyak hal yang ku minta dari mereka
tetap saja, mereka begitu takut, ketika nanti aku lulus ujian harus menggunakan
biaya yang besar, yang tidak bisa aku tanggung sendiri. Sudah berapa kali
mereka membentak, tak membuatku gentar. Kali ini justru pasukan yang Allah
kirim begitu banyak, ada teman-teman sekelasku yang membantuku, memberikan
semangat, menemaniku. Tak lupa ada guru-guru juga yang ingin mempertahankanku.
Mereka datang ke rumah, berbondong-bondong membantuku untuk menghancurkan
tembok yang menjulang tinggi itu. Entah ini berupa nilai kesalahan atau perjuangan,
keegoisan atau keteguhan. Berkat keyakinanku pada-Nya, karena Dia sudah
mengeluarkan separuh keajaiban-Nya dari kalimat’Kun,’ maka aku yakin Dia pasti
menolongku. Tak ada yang bisa melawan kehendak-Nya, tak akan ada yang bisa
mengubah apa yang sudah menjadi ketentuan-Nya.
Akhirnya.
Tembok itu bisa aku runtuhkan.
Perjalananku
mengalahkan waktu tak berhenti disini. Aku kembali memperjuangkan mimpi-mimpiku
yang baru. Biaya sekolah aku tukar dengan prestasiku. Aku berusaha keras agar
pihak sekolah memberikan beasiswa padaku. Agar keluargaku tahu, aku begitu
sungguh-sungguh. Beberapa kali aku ikut perlombaan Cerdas Cermat baik tingkat
sekolah maupun tingkat se-JABODETABEK. Lomba yang sangat aku minati dan aku
tekuni semenjak kelas 2 MA. Lebih dari 6 kali mengalami kekalahan sampai ketika
aku akan lulus sekolah dari MAN CIJERUK itu, barulah aku berhasil meraih trofi,
juara 1, 2, dan 3. Trofi itu harga bayaranku atau balas jasaku untuk
teman-teman, guru-guru dan seluruh pihak sekolah.
Sabtu, 25 Januari 2014
#Limbung#
Kau membuat rasa ini riuh dan berkoyak.
Rasa yang limbung, gelombang hati kian berayun-ayun.
#Kutipan#
Kegiatan yang tak pernah membuatku merasa lelah adalah MENULIS. Dan kegiatan yang mampu meluapkan rasa lelah adalah MENULIS.
-Elma Regen
-Elma Regen
APALAH ARTINYA SEBUAH JERAWAT?
Pagi
ini aku benar-benar di kagetkan oleh setitik jerawat yang tumbuh di sebelah
pipi kiriku. Jelas-jelas hal itu membuat aku jengkel, bawaannya pengen di pites
tuh jerawat yang mengganggu pemandanganku. Ya sama seperti kalian, di usiaku
yang sedang meretas masa pubertas begini sering di galaukan oleh yang namanya
JERAWAT. Bagaimana tidak kesal coba? Dari pas bangun tidur aja sudah di
ejek-ejek sama orangtuaku, bilang aku sedang jatuh cintalah, bilang aku sedang
rindu pada seseoranglah. Dan ada olok-olok yang lebih menyakitkan lagi, yang
datangnya dari adikku yang dasarnya memang nyebelin, dan tengil. Dia bilang
kalau jerawatku itu seperti Chocochip,
yang lucu, mungil, manis. Tidaakk. Selucu-lucunya jerawat, buatku sama saja
seperti bintang yang buruk rupa, bukannya berwarna putih terang, tapi malah
warna tomat masak , yang jelas itu bencana.
Sempurna
sudah pagi itu aku di buat galau tingkat internasional. Lebih lama lagi diam di
kamar mandi dari hari biasanya, hanya di habiskan memandang satu jerawat yang
seperti menantangku untuk menyongkel hingga akarnya. Mengusap-usapnya hingga
terasa hangat. Kemudian ku basuh air, kali saja jerawat di pipiku bisa hilang
seketika terbawa air. Tapi tenyata tidak. Terus saja ku pegang jerawat itu,
yang semakin lama semakin terasa membesar dan begitu matang, warnanya merah
banget. Dan alhasil, jerawat itulah yang membuatku betah diam di kamar mandi.
Tiba-tiba
Mama mengetuk pintu kamar mandi, karena merasa ada yang aneh dengan anak gadisnya
yang sudah hampir satu jam lebih bersemedi di kamar mandi.
“Ka,
kamu mandi apa tidur sih? Ko gak keluar-keluar? Papa sudah nungguin kamu di
meja makan tuh! Mau berangkat bareng Papa kan.?” Teriak Mama dengan suaranya
yang melengking. Membuat telingaku berdenging beberapa detik.
“Iya,
bentar lagi Ma!” Seruku, menjawab dengan malas. Padahal aku masih terus mematut
mukaku, mencucinya dengan sabun muka anti jerawat dengan merek ternama, ahh
tetap saja si Chocochip itu tidak hilang. Hiks.
“Sebentarnya
kamu itu berapa menit, hah? Lima belas menit atau dua puluh menit? Mama tahu
tabiatmu itu. Yang bilangnya sebentar itu maksimal 30 menit, pernah juga lebih.
Jangan buat Papamu menunggu lama. Kasian Ka.”
Tokk...
Tookkk... Tooookkkk... Mama kali ini sudah tidak sabar, mengetuk pintu lebih
keras dari sebelumnya, terus menunggu aku hingga keluar kamar mandi. Dengan
terpaksa aku keluar menemuinya. Sontak Mama kaget melihat aku yang masih
memakai piama, rambut acak-acakkan, dan hey lihatlah, mamaku begitu terpesona
ketika melihat jerawatku yang sangat menarik perhatiannya. Di balik omelannya,
Mama juga sedikit menyembunyikan tawanya. Karena tidak mau menyinggung perasaan
anaknya, Mama hanya cekikikan saja.
“Zen
gak mau sekolah Mah!” ucapku bersumpal kekesalan yang kini memuncak.
“Kenapa?
Kaka sakit.?” Tanyanya, begitu mengkhawatirkanku yang telihat menyedihkan.
Merasa tersiksa dengan jerawat yang kali ini sudah mirip coklat caca warna
merah, akibat dari tadi aku mainin tuh jerawat malah makin tumbuh besar.
“Gak,
kenapa-kenapa mah. Zen, hanya...” Jawabanku tersedat, jari tangan usil mainin
jerawat lagi.
Tak
perlu aku menjelaskan alasan kenapa aku tidak mau sekolah, mama sudah menebak
duluan. Malah menertawakan aku lagi. Miris sekali.
Dari
arah ruang tamu, terdengar derap kaki yang mengarah ke kamar mandi. Dan ternyata
itu Papa dan Vee, yang kemudian menatap heran ke arah kami berdua.
“Ka
Zen belum mandi.?” Tanya Papa, alis matanya mengernyit ke arahku.
“Gak
tahu nih Pa, anak gadismu mendadak gak mau masuk sekolah.” Jawab Mama, ketus.
Vee
yang sedari tadi mencuil-cuil roti tawar yang ada di tangannya, tiba-tiba ikut
angkat bicara.
“Vee
tahu kenapa Ka Zen gak mau masuk sekolah!” Terangnya, terlihat amat Sok
Tahunya.
Seketika,
pandangan kami menoleh ke arah Vee untuk mengetahui jawabannya. Aku tahu pasti
dia akan mengejekku lagi.
Vee
tidak langsung menjawab semua rasa penasaran kami. Dia mengangkat alisnya yang
tebal dan hitam sambil melirik ke arahku. Mengedip-ngedipkan bulu matanya yang
lentik, matanya yang bulat kecil seperti biji lengkeng. Dan kedua pipinya yang
tembem itu tak berhenti bergoyang, menguyah sepotong roti tawar itu. Dia
menyeringai, yang membuatku memendam curiga.
“Pasti
kamu mau ngejek Kaka lagi kan? Dasar adik nyebelin!” Tungkasku. Membuang
pandanganku keluar jendela dapur.
“Vee
tahu kalau Ka Zen gak mau masuk sekolah karena malu di pipinya ada chocochip,
ya kan? Vee bener kan.?” Dia menyeringai semakin lebar, penuh kepuasaan.
Papa
dan Mama menahan tawa, belahan bibirnya mereka tutup dengan telapak tangan. Ini
memang kejadian lucu buat mereka bin menyebalkannya buat aku.
“Apa
yang dikatakan Vee itu benar Ka.?” Tanya Mama, di sela desakannya menahan tawa.
Sementara Papa dan Vee saling melempar cengar-cengiran mereka yang sama-sama
seperti ingin ku pites kaya jerawat.
Hal
yang buruk sudah mengukung pemikiranku. Aduh, di rumah saja udah jadi bahan
tertawaan, apalagi di luar? Di sekolahan? Ketemu cowok idaman? Ketemu
teman-teman? Aku yakin, nanti tanggapan mereka akan sama seperti tanggapan
orang rumah. Bilang aku jatuh cintalah, memendam rindulah, CIDAHA (Cinta Dalam
Hati), semaunya merekalah, terserah mau namainnya apa. Tapi aku penasaran,
memang apalah arti sebuah jerawat yang sebenarnya? Apa benar, timbul jerawat
itu karena orang itu sedang jatuh cinta atau sedang merindukan yang di
cintanya? Kalau benar, ada yang tahu siapa yang pertama kali mengartikannya,
siapa? Tega sekali, padahal mereka ada yang CIDAHA tapi memiliki wajah yang
mulus-mulus saja, atau sebaliknya yang sudah menjalin hubungan dengan orang
tercinta yang malah cenderung tumbuh jerawat, malah ada juga yang tidak.
Bingungkan? Sama, justru aku juga gak ngerti.
Sejurus
kemudian, kepalaku mengangguk, menyetujui apa yang di katakan Vee. Ya itu benar
sekali.
“Gak
apa-apalah Ka, jerawatnya lucu ko!” Kata Papa, menghibur dan mengejek memang
beda tipis. Lengannya menyikut lengan Vee. Mereka sepakat untuk bersekongkol,
mengejekku.
“Iya,
Ka. Wajar juga, gadis jerawatan. Itu sama dengan masa pertumbuhan. Makanya kamu
harus mulai bisa menjaga penampilan, kebersihan, dan kesehatan. Nanti Mama
ajarkan tips perawatan kulit dengan cara tradisional. Kamu bisa liat kan muka
Mama awet muda, gak ada flek atau tanda-tanda bekas jerawat.” Dengan bangganya
Mama menjawab, tanpa peduli dampak dari perkataannya itu, yang bisa ku artikan,’Waktu Mama muda gak jerawatan, kenapa kamu jerawatan.?’
Terlalu.
“Berarti
dulu Mama gak pernah jatuh cinta atau memendam cinta.?” Ucapku, sembari
mengeluarkan uap kekesalan.
“Kenapa
Ka Zen bertanya begitu.?” Kali ini Vee yang balik bertanya. Mataku mendelik ke
arahnya, ingin sekali aku menjawil pipinya hingga melar. Kesel banget, kenapa
dia yang spontan tertarik dengan pertanyaan yang ku todongkan untuk Mama.
Kembali,
aku mendengus kesal. Menghela nafas yang panjang. Terasa uap panas yang keluar
dari sela-sela lubang hidung yang minus, kedinginan sekaligus mengeluarkan uap
jengkel.
“Bukankah
orang yang jerawatan itu sedang jatuh cinta atau memendam cintanya? Dan
bimsalabim tumbuhlah bintik merah itu sebagai pertanda bahwa hatinya sedang
berbunga-bunga. Jadi Mama waktu muda, gak ngerasain gimana rasanya jatuh cinta
dong.?”
“Huuuaaaaahhhahaha.”
Mereka semua tertawa begitu renyah. Hey, memang ada yang aneh dengan
pertanyaanku itu? Aku rasa tidak. Aah yang bikin jengkel, kenapa Vee juga ikut
tertawa, bahkan ia terlihat paling bahagia dan puas, sampai-sampai berlinangan
air mata bahagia telah meledekku.
“Setahu
Papa nih Ka, jerawat itu muncul karena orangnya aja yang kurang merawat muka,
atau keturunan dari orang tuanya.” Jelas Papa, masih cekikikan.
Vee
terlihat bergidik, takut mendengar penjelasan Papa, kalau jerawat di turunkan
dari orang tuanya.
“Tapi
tenang saja Vee, Papa dan Mama Alhamdulillah gak pernah di galaukan sama
jerawat seperti Kakamu itu.hehehe.” Papa menyeringai lebar. Terlihat jelas
barisan giginya yang rapih dan seputih susu.
Aku
tersenyum masygul melihatnya.
“Ayolah
Ka, semangat! Berangkat sekolah ya? Masa sama jerawat saja kalah? Memang di
sekolahmu yang jerawatan itu cuma kamu? Gak kan? Bersyukurlah, kamu jerawatnya
cuma satu, ada loh mereka yang di uji dengan yang lebih banyak dari kamu, tapi
mereka masih tetep PD aja tuh. Nanti juga sembuh Ka.” Seru Mama, kali ini
kalimatnya sedikit menyuntikan semangat.
Akhirnya
aku berhasil di bujuk oleh Mama dan Papa untuk tetap berangkat sekolah.
Bagaimana dengan Vee? Ah, Dia sepertinya lebih senang melihat aku berlama-lama
mengurung diri di kamar mandi, dan gak masuk sekolah. Buktinya pas aku memutuskan
untuk berangkat ke sekolah, Dia langsung pergi begitu saja meninggalkan Aku,
Mama dan Papa di depan kamar mandi. Dasar Vee, adik yang nyebelin.
Beberapa
jam kemudian. Aku sampai di sekolah, dengan tampilan baru. Memakai masker
medis, berwarna hijau. Untuk menyembunyikan, satu titik merah yang sangat
mengusik. Yang kalau tidak ku pakaikan masker bisa-bisa sepanjang hari aku
mainin tuh jerawat. Secara otomatis hal itu menjadi sorotan perhatian
anak-anak. Jarang banget ada murid yang pake masker, paling kalau ada yang
pakai juga itu karena mereka sedang flu.
Ida,
teman yang sebangku denganku langsung menelisik wajahku yang sebagian tertutup.
Seperti mengenakan cadar.
“Zen?
Kau Zenata kan? Ada apa denganmu, ko pakai masker gitu.?” Ida mulai menerka-nerka,
bola matanya yang berwarna coklat berputar-putar di balik kacamatanya yang
minus.
“Iya
Da, ini aku. Zen,!” bisikku padanya. “aku gak apa-apa ko!” sambungku.
“Mengapa
kamu pakai masker segala? Kamu sedang flu.?” Satu kebiasaan Ida yang memiliki
ciri khas, sering mengintrogasi apa saja yang baginya terlihat mencurigakan.
Banyak bertanya-tanya, layaknya seorang detektif.
“Aku...
Eh, anu... Aku...” Saat aku gugup menjawab pertanyaanya. Ternyata ida langsung
beraksi seketika saja Dia membuka maskerku. Ah, malu-maluin deh.
Kulihat
Gema. Cowok yang diam-diam aku taksir di kelas ini melihat kami berdua. Dan
tentu saja Dia melihat jerawatku yang seperti chocochip, menjadi pusat
perhatiannya. Terfokus pada satu titik merah yang menempel di pipi sebelah
kiriku.
Gema
mendekatiku. Dia menggodaku dengan berkata,’Kau
jerawatan Zen? Pasti jerawat itu tumbuh karena kau merindukanku kan? Bukannya
bilang langsung.’ Dengan PDnya Dia bilang begitu. Ya Tuhan. Kali ini Gema,
si cowok yang ku sukai itu yang bilang seperti itu. Apa benar, apa benar
jerawat ini terlahir karena ada rindu atau cinta yang terpendam? Sungguh tidak
masuk di akal.
Saat
Gema pergi meninggakanku dan Ida. Pipiku terasa lebih panas, apalagi jerawatnya
itu, setiap detik kulihat di cermin, semakin masaklah ia. Tak terasa airmataku
jatuh. Lengkap sudah kegalauanku. Melihat aku yang sedang menangis, Ida
menenangkanku dan mencoba menghiburku.
“Aku
heran sama orang-orang Zen, dari dulu hingga sekarang, kenapa mereka selalu
menyangkut pautkan jerawat dengan cinta atau rindu yang di pendam? Lebih
anehnya lagi, sampai meributkan, sibuk berasumsi, bahwa jerawat itu adalah
karena betapa rindunya kita pada dirinya. Itu jerawat cinta untukku ya? Itu
jerawat rindu atau kangen padaku ya? Aduh mereka mau-mau saja cintanya di
samakan dengan jerawat yang padahal jerawat itu kotoran. Yang berasal dari
debu, kuman-kuman, dan radiasi. Berbeda jauh dengan cinta yang sejatinya
bernilai suci.” Jelas Ida yang nampak kebingungan, sama sepertiku.
Aku
menyibakan airmata di pipiku. Lalu menatap Ida. Aku merasa senang kalau
ternyata Ida punya pemikiran yang sama denganku tentang jerawat.
“Iya
kamu benar Da. Aku tambah merasa aneh lagi ketika tiba-tiba Gema berpendapat
kalau jerawat ini adalah rindu yang terpendam untuknya. Hih.”kataku, yang masih
memegang chocochip yang memanas di pipiku.
“Tapi
benar itu bukan jerawat rindu untuk Gema.?” Pertanyaan Ida, seketika
meluluh-lantahkan teorinya.
“Yey,
berarti kamu juga sama saja kaya yang lain.” Gerutuku.
“Eh,
gak ko. Aku Cuma pengen tahu aja? Bener bukan untuk Gema.?” Selidik Ida.
“Ih,
kepo ya! Ya jelas bukan.” Jawabku, kesal.
“Bagus
deh. Eh ngomong-ngomong jerawatmu lucu juga Zen. Kaya tahi lalatnya Revalina S.
Temat hehehe.” Ida, lamat-lamat memperhatikan jerawatku.
“Hahaha.
Terimakasih.”
Apalah arti sebuah jerawat? Yang jelas jerawat bukan
sebuah rumus untuk memecah senyawa yang bernama CINTA. Jerawat berasal dari
debu, kuman-kuman, dan radiasi. Berbeda jauh dengan cinta yang sejatinya
bernilai suci. Jadi masih berani bertanya atau memperebutkan jerawat seseorang
sebagai tanda cinta terpendamnya untukmu? Cinta suci. Bukan berasal dari jerawat
yang kotor. Tetap sejatinya ia bersemayam di hati.
Kamis, 23 Januari 2014
TRANSFORMER DAN KEHIDUPAN NYATA
Setiap hari aku naik angkutan umum pulang-pergi ke tempat kerja. Di sepanjang jalan, otakku suka tba-tiba terkoneksi dengan imaji-imaji yang aneh-aneh, entah itu imaji horor, komedi, romantis, skandal, kecelakaan, berfantasi (muncul Naruto, Sasuke dan Hinata yang sedang lompat-lompatan di atas atap mobil yang berjejer ketika macet, misalnya? Aaah itu adalah pandangan yang mengasikkan, apalagi kalau aku bisa ikut main lompat-lompatan sama mereka, bisa sampe rumah gratis tanpa ongkos tuh hehehe #Spplaasshh itu imajiku yang sangat liar ). Pernah suatu hari ketika aku naik angkutan umum, munculah imajiku yang merubah sosokku menjadi seorang pahlawan, aku terus memandang curiga dan penuh tanda tanya kepada orang yang baru saja naik ke angkutan umum yang di dalamnya ada aku. Orangnya memiliki perawakan yang gempal, warna kulit gula jawa, berkumis tebal, memakai jeans kumel, kaos hitam, merah yang bertuliskan SAHABAT NOAH di depannya, rambutnya keriting tak beraturan. Seperti angkutan umum yang di isi oleh sumsidi maka bisa berjalan, begitu pula aku, bermunculan beberapa amunisi, kemudian aku karam di dunia imaji. Sebagian orang lain hanya terdiam, duduk saja. Hanya penumpang itu yang menarik aku pada imaji yang Super. SUPER. SUPER GILA.
Aku bayangkan penumpang itu memang terlihat kalem-kalem saja, tapi siapa tahu kalau orang itu adalah penjahat yang tiba-tiba berubah menjadi monster-monster yang ada di film Power Ranger atau mungkin dia mau mencopet, dan mengeluarkan piso kecil dari sela-sela kaos kaki yang di kenakannya, lalu mulai beraksi. Ternyata si monster itu pun tidak tahu kalau aku itu salah satu dari anggota Ranger gila, eehhh maksudku ranger pembela kebenaran dan pembela kebebasan. Dan Jrreeenggg. Jrreeennggg. BERUBAHHHH! (Aku ngebayangin berubah jadi ranger biru, sesuai warna kesukaan. Dengan kostum ranger yang berbeda dari yang lain, yaitu Ranger Muslimah, yang memakai gamis, berkerudung dan tak lupa tasbih putih di pergelangan tanganku sebagai ajimat hehehe). Dengan berbagai aksi yang sangat mengagumkan, tendangan maut terlayangkan, siraman air suci di semburkan, dan ternyata tasbihku bisa berubah jadi tongkat yang sekali ku pukulkan pada monster penjahat itu itu langsung mental berkilo-kilometer, jauh keluar. Seluruh penumpang hanya melongo dan ber-Waahhhhhh, kemudian semuanya berstanding applause, memuji kehebatan dan kekuatan si Ranger Muslimah itu (Aku ckckck). Akhirnya Monster itu lari terbirit-birit sambil kecepirit. #Iihhh jorok.
Jbbrreeeddd... Tiba-tiba suara benturan ban kiri depan mobil membentur batu, membuyarkan semua imajiku. Saat sadar, aku tersenyum geli, kasihan juga penumpang itu jadi korban imajiku hehehe. Kalau saat itu ada orang lain yang melihatku tertawa, pasti mengira kalau aku sedikit rada-rada hahahaha XD Tapi keren juga ya kalau ada Ranger Muslimah, cantik-cantik, sholehah, kuat, pintar, tangguh, dan semua sifat-sifat wanita yang luar biasa lainnya. Hehehe.
Sesampainya di sebuah jalanan baru, di jembatan yang longsor dan hampir ambruk. Imajiku terbangun lagi, dengan menguap amat panjang. Lalu tanpa jeda waktu yang lama, bllasshhhh, aku mengalami fenomena De Javu. Tentang nasib jembatan yang sedang di lalui angkutan umum yang sedang ku naiki itu, dia tak kuasa berjalan kencang, begitu lamban seolah itu adalah detik-detik yang menegangkan, di liputi rasa cemas. Para pemumpang bermuka pias, tangan-tangan mereka mengepal, memegang erat apa saja yang bisa mempertahankan posisi duduk mereka ketika mobil mengalami guncangan. Sebulir keringat pun terasa tersedat di kening yang berbintik uap-uap, akibat suasana yang begitu menyeramkan. Aku yakin selintas fikiran-fikiran yang menjurus ke kejadian yang menakutkan juga tengah mencekam mereka.
Lewat angin yang datang merayap-rayap, diam-diam mentransfer gambaran masuk ke otak yang mudah terekam oleh retina yang membelalak. Menayangkan beberapa detik cuplikan saat detik-detik jembatan longsor, ambruk dan hancur itu. Ternyata, jembatan itu rusak karena di pakai pertarungan Autobots, OPTIMUS PRIME si pemimpin Autobots yang bijak. Pantang unuk menyakiti manusia. Bahkan kalau diminta memilih temannya sesama kaum Transformers atau manusia, Optimus akan mantap memilih manusia. Kalimat (motto) yang paling terkenal dari dia adalah “Freedom Is The Right Of All Sentient Being”. Dalam bentuk kendaraan dia mengadaptasi truk Peterbilt. Dia melawan SENTINEL PRIME adalah sebuah truk Rosenbauer berwarna merah/ hitam. Tak Lupa BUMBLEBEE yang merupakan utusan kaum Autobots yang diperintahkan untuk menjaga Sam Witwicky. BumbleBee terkenal sebagai robot paling supel di kalangan manusia. Dia bahkan memiliki sifat yang konyol. Bentuk adaptasinya adalah Chevy Camaro 2010. Dia juga ikut bertarung. Suara desingan satu tembakan mampu menghancurkan seluruh rumah di sekiar jembatan. Mereka bertarung di sini karena di AS sana lahan mereka untuk bertarung telah habis, hanncuurr sehancurr hancurrnya. TAK TERSISA. Praanngg... Preennggg... Prroonnnngg... Suara besi-besi beradu, jauh dari kata merdu, mendengarnya membuat gigi ngilu. #Lalu bergumam, oh jadi gini toh sejarah jembatan rusak itu. (Sambil mengangguk-angguk GILA :D)
Pokoknya bisa bahaya nih kalau mereka beneran pindah lahan kesini untuk berperang. Bisa-bisa jalanan di sini rusak semua, yang jelas jadi tambah macetttttt. #kasian pemerintah yang saat ini masih kerepotan mengatasi banjir.
Lagi-lagi, imajiku seketika bunyar. Kali ini si sopir yang mengagetkan aku. Dia bertanya :
"Turun di mana neng.?" Kepalanya menoleh ke belakang, dari arah kursi kemudi.
"Di (Aku mengatakan salah satu jalan) bang." Seruku yang masih celingak-celingukan.
"Waahh bukannya ngomong, kan jalan itu udah kelewat. Ari si eneng kemana saja atuh.?" Si sopir menepok jidatnya yang berkemilau di terpa senja.
"Yaahhh." (Siiaall, saat itu juga aku kesal, dan mendumel, dan, dan, aahh kemudian imajiku mengajakku bercanda, menyuruhku menghubungi salah satu Autobots untuk menjemputku di jalan yang cukup jauh terlewat dari tempat tujuanku. Ternyata di kontak nomor hape tidak menyimpan nomor hape para Autobots itu. #Hiikkss)
#Numpang Gilaa :D :D#
Aku bayangkan penumpang itu memang terlihat kalem-kalem saja, tapi siapa tahu kalau orang itu adalah penjahat yang tiba-tiba berubah menjadi monster-monster yang ada di film Power Ranger atau mungkin dia mau mencopet, dan mengeluarkan piso kecil dari sela-sela kaos kaki yang di kenakannya, lalu mulai beraksi. Ternyata si monster itu pun tidak tahu kalau aku itu salah satu dari anggota Ranger gila, eehhh maksudku ranger pembela kebenaran dan pembela kebebasan. Dan Jrreeenggg. Jrreeennggg. BERUBAHHHH! (Aku ngebayangin berubah jadi ranger biru, sesuai warna kesukaan. Dengan kostum ranger yang berbeda dari yang lain, yaitu Ranger Muslimah, yang memakai gamis, berkerudung dan tak lupa tasbih putih di pergelangan tanganku sebagai ajimat hehehe). Dengan berbagai aksi yang sangat mengagumkan, tendangan maut terlayangkan, siraman air suci di semburkan, dan ternyata tasbihku bisa berubah jadi tongkat yang sekali ku pukulkan pada monster penjahat itu itu langsung mental berkilo-kilometer, jauh keluar. Seluruh penumpang hanya melongo dan ber-Waahhhhhh, kemudian semuanya berstanding applause, memuji kehebatan dan kekuatan si Ranger Muslimah itu (Aku ckckck). Akhirnya Monster itu lari terbirit-birit sambil kecepirit. #Iihhh jorok.
Jbbrreeeddd... Tiba-tiba suara benturan ban kiri depan mobil membentur batu, membuyarkan semua imajiku. Saat sadar, aku tersenyum geli, kasihan juga penumpang itu jadi korban imajiku hehehe. Kalau saat itu ada orang lain yang melihatku tertawa, pasti mengira kalau aku sedikit rada-rada hahahaha XD Tapi keren juga ya kalau ada Ranger Muslimah, cantik-cantik, sholehah, kuat, pintar, tangguh, dan semua sifat-sifat wanita yang luar biasa lainnya. Hehehe.
Sesampainya di sebuah jalanan baru, di jembatan yang longsor dan hampir ambruk. Imajiku terbangun lagi, dengan menguap amat panjang. Lalu tanpa jeda waktu yang lama, bllasshhhh, aku mengalami fenomena De Javu. Tentang nasib jembatan yang sedang di lalui angkutan umum yang sedang ku naiki itu, dia tak kuasa berjalan kencang, begitu lamban seolah itu adalah detik-detik yang menegangkan, di liputi rasa cemas. Para pemumpang bermuka pias, tangan-tangan mereka mengepal, memegang erat apa saja yang bisa mempertahankan posisi duduk mereka ketika mobil mengalami guncangan. Sebulir keringat pun terasa tersedat di kening yang berbintik uap-uap, akibat suasana yang begitu menyeramkan. Aku yakin selintas fikiran-fikiran yang menjurus ke kejadian yang menakutkan juga tengah mencekam mereka.
Lewat angin yang datang merayap-rayap, diam-diam mentransfer gambaran masuk ke otak yang mudah terekam oleh retina yang membelalak. Menayangkan beberapa detik cuplikan saat detik-detik jembatan longsor, ambruk dan hancur itu. Ternyata, jembatan itu rusak karena di pakai pertarungan Autobots, OPTIMUS PRIME si pemimpin Autobots yang bijak. Pantang unuk menyakiti manusia. Bahkan kalau diminta memilih temannya sesama kaum Transformers atau manusia, Optimus akan mantap memilih manusia. Kalimat (motto) yang paling terkenal dari dia adalah “Freedom Is The Right Of All Sentient Being”. Dalam bentuk kendaraan dia mengadaptasi truk Peterbilt. Dia melawan SENTINEL PRIME adalah sebuah truk Rosenbauer berwarna merah/ hitam. Tak Lupa BUMBLEBEE yang merupakan utusan kaum Autobots yang diperintahkan untuk menjaga Sam Witwicky. BumbleBee terkenal sebagai robot paling supel di kalangan manusia. Dia bahkan memiliki sifat yang konyol. Bentuk adaptasinya adalah Chevy Camaro 2010. Dia juga ikut bertarung. Suara desingan satu tembakan mampu menghancurkan seluruh rumah di sekiar jembatan. Mereka bertarung di sini karena di AS sana lahan mereka untuk bertarung telah habis, hanncuurr sehancurr hancurrnya. TAK TERSISA. Praanngg... Preennggg... Prroonnnngg... Suara besi-besi beradu, jauh dari kata merdu, mendengarnya membuat gigi ngilu. #Lalu bergumam, oh jadi gini toh sejarah jembatan rusak itu. (Sambil mengangguk-angguk GILA :D)
Pokoknya bisa bahaya nih kalau mereka beneran pindah lahan kesini untuk berperang. Bisa-bisa jalanan di sini rusak semua, yang jelas jadi tambah macetttttt. #kasian pemerintah yang saat ini masih kerepotan mengatasi banjir.
Lagi-lagi, imajiku seketika bunyar. Kali ini si sopir yang mengagetkan aku. Dia bertanya :
"Turun di mana neng.?" Kepalanya menoleh ke belakang, dari arah kursi kemudi.
"Di (Aku mengatakan salah satu jalan) bang." Seruku yang masih celingak-celingukan.
"Waahh bukannya ngomong, kan jalan itu udah kelewat. Ari si eneng kemana saja atuh.?" Si sopir menepok jidatnya yang berkemilau di terpa senja.
"Yaahhh." (Siiaall, saat itu juga aku kesal, dan mendumel, dan, dan, aahh kemudian imajiku mengajakku bercanda, menyuruhku menghubungi salah satu Autobots untuk menjemputku di jalan yang cukup jauh terlewat dari tempat tujuanku. Ternyata di kontak nomor hape tidak menyimpan nomor hape para Autobots itu. #Hiikkss)
#Numpang Gilaa :D :D#
Antara Otak Kanan dan Otak Kiri?
Oleh orang rumah, saya di anggap sebagai seorang penganut Otak Kiri. Sedangkan ketika saya berada di luar, bertemu dengan orang lain, saya di anggap seorang penganut Otak Kanan. Entah mana yang benar, saya sendiri sih lebih feelnya ke Otak Kanan, karena saya tahu kapasitas saya ada di sebelah mana. Dan ini lumayan jadi perdebatan yang menghebohkan. Hal ini berawal ketika saya membawa pulang buku tentang ciri-ciri Otak Kanan dan bonus ciri-ciri Otak Kiri yang juga harus saya kenal. Sengaja saya bawa biar orang-orang rumah atau orang sekitar saya membacanya, agar mengenal pola fikir masing-masing, kalau yang buruk ya biar di ubahnya dan itu memang sudah menjadi kebiasaan saya, menyebar virus membaca seluas-luasnya. Semuuaanya saya pe'crretti tuh virus.
Hari pertama saya hampir habis melahap bukunya, membacanya hingga pukul 01.00 malam, kalau tidak ingat besoknya harus masuk kerja, mungkin bacanya bisa bablas hingga subuh tuh, karena bukunya sangat menarik. Kemudian tadi ketika saya pulang kerja, sore tepatnya jam 17.37. Ketika masuk rumah saya langsung tercengang melihat buku itu sedang di baca oleh kakak perempuan saya ( Sambil ketawa juga dalam hati, aahh ternyata virusnya sudah berparasit pada orang-orang rumah. BERHASIL. BERHASIL. HOOORREE. :) tak hanya itu saya juga langsung di serang dengan kata-kata yang ada di buku itu, sengaja di bacakan keras sama yang lagi baca tuh buku, sambil nunjuk-nunjuk ke arahku. 'Tuh kan, kamu tuh jenis manusia yang berotak kiri, yang di fikirkan pendidikan tinggi terus.' Sontak saja heran, dan tiba-tiba membatu, tetapi batin berseru,"Perasaan semalam saya baca buku itu, saya merasa cocok dengan ciri-ciri berotak kanan, dengan segala tindakannya yang suka gila, lebih ekstremnya dianggap sinting."
Sebagai pembanding, saya juga akan ceritakan tanggapan orang luar tentang saya :
Beberapa hari yang lalu, saya masuk kerja seperti biasanya. Tiba-tiba ada sesuatu yang aneh pada temanku yang tengah mengamatiku sedemikian detail, dari cara bicara, berjalan, melipatkan tangan, sampai cara saya ( maaf ) mengupil pun di perhatikannya. Dan semua keanehan itu saya tanyakan langsung ke orang yang ketahuan sedang mengamati semua gerak-gerikku. Singkat cerita, dia bilang, dia penasaran kalau saya itu orang yang menganut otak apa? dan dia mengambil kesimpulan dari analisisnya, kalau saya adalah penganut Otak Kanan! Karena dia mengakui kalau dia tahu membaca kebiasaan orang lain dari gerak-geriknya. Dia juga kepo, dengan mengetes aku dengan berbagai permainan otak kanan, pemikirannya, dan ada yang lebih unik, ketika di lihat dari cara kita menggepalkan tangan.
Nah, sampai sekarang di rumah masih saya berdebat, saling mencari kesimpulan. Di luar juga sama. Tapi aku biasa aja, mau otak kanan/otak kiri pun tak apa, asalkan otakku jangan miring aja. hehehe. XD entah apa yang mereka cari, dan baca dari sisi kehidupanku. Tidak ada yang salah dengan otak kanan/otak kiri, meskipun saya cenderung kanan, saya ndak mungkin mengolok-olok otak kiri. Karena katanya, OTAK KANAN BISA MEMBUAT KEAJAIBAN-KEAJAIBAN. Saya memilih bergerak di Otak Kanan, dengan segala tingkah si kanan yang kadang ceroboh dan tanpa berfikir panjang.
Apapun tanggapan mereka, tentu saya akan menerima sebagai bahan pembelajaran. Kalau orang rumah beranggapan saya penganut Otak Kiri itu di sebabkan karena saya suka mengelu-elukan sekolah tinggi, ilmu yang bisa mengangkat derajat kita di hadapan Tuhan, dan bla..blaa... Tapi saya juga suka dengan imajinasi, kata Einstein,'Imajinasi jauh lebih penting dari pada pengetahuan.' Kalau orang luar, lebih melihat dari cara saya beraksi. Aaah saya rasa dua-duanya juga penting. Harus di pakai sesuai dengan tempat kegunaan, dan dengan kadar yang cocok dan pas saja.
Kanan... Kanan... Kanan... Kiri... Kiri... Kiri... Kemana pun otakku berdimensi, semoga tidak nyasar, bisa menyelamatkan aku di dunia dan di akhirat nanti. Amin. hehehehe. :)
#Nganan lebih baik daripada kiri. :D
Hari pertama saya hampir habis melahap bukunya, membacanya hingga pukul 01.00 malam, kalau tidak ingat besoknya harus masuk kerja, mungkin bacanya bisa bablas hingga subuh tuh, karena bukunya sangat menarik. Kemudian tadi ketika saya pulang kerja, sore tepatnya jam 17.37. Ketika masuk rumah saya langsung tercengang melihat buku itu sedang di baca oleh kakak perempuan saya ( Sambil ketawa juga dalam hati, aahh ternyata virusnya sudah berparasit pada orang-orang rumah. BERHASIL. BERHASIL. HOOORREE. :) tak hanya itu saya juga langsung di serang dengan kata-kata yang ada di buku itu, sengaja di bacakan keras sama yang lagi baca tuh buku, sambil nunjuk-nunjuk ke arahku. 'Tuh kan, kamu tuh jenis manusia yang berotak kiri, yang di fikirkan pendidikan tinggi terus.' Sontak saja heran, dan tiba-tiba membatu, tetapi batin berseru,"Perasaan semalam saya baca buku itu, saya merasa cocok dengan ciri-ciri berotak kanan, dengan segala tindakannya yang suka gila, lebih ekstremnya dianggap sinting."
Sebagai pembanding, saya juga akan ceritakan tanggapan orang luar tentang saya :
Beberapa hari yang lalu, saya masuk kerja seperti biasanya. Tiba-tiba ada sesuatu yang aneh pada temanku yang tengah mengamatiku sedemikian detail, dari cara bicara, berjalan, melipatkan tangan, sampai cara saya ( maaf ) mengupil pun di perhatikannya. Dan semua keanehan itu saya tanyakan langsung ke orang yang ketahuan sedang mengamati semua gerak-gerikku. Singkat cerita, dia bilang, dia penasaran kalau saya itu orang yang menganut otak apa? dan dia mengambil kesimpulan dari analisisnya, kalau saya adalah penganut Otak Kanan! Karena dia mengakui kalau dia tahu membaca kebiasaan orang lain dari gerak-geriknya. Dia juga kepo, dengan mengetes aku dengan berbagai permainan otak kanan, pemikirannya, dan ada yang lebih unik, ketika di lihat dari cara kita menggepalkan tangan.
Nah, sampai sekarang di rumah masih saya berdebat, saling mencari kesimpulan. Di luar juga sama. Tapi aku biasa aja, mau otak kanan/otak kiri pun tak apa, asalkan otakku jangan miring aja. hehehe. XD entah apa yang mereka cari, dan baca dari sisi kehidupanku. Tidak ada yang salah dengan otak kanan/otak kiri, meskipun saya cenderung kanan, saya ndak mungkin mengolok-olok otak kiri. Karena katanya, OTAK KANAN BISA MEMBUAT KEAJAIBAN-KEAJAIBAN. Saya memilih bergerak di Otak Kanan, dengan segala tingkah si kanan yang kadang ceroboh dan tanpa berfikir panjang.
Apapun tanggapan mereka, tentu saya akan menerima sebagai bahan pembelajaran. Kalau orang rumah beranggapan saya penganut Otak Kiri itu di sebabkan karena saya suka mengelu-elukan sekolah tinggi, ilmu yang bisa mengangkat derajat kita di hadapan Tuhan, dan bla..blaa... Tapi saya juga suka dengan imajinasi, kata Einstein,'Imajinasi jauh lebih penting dari pada pengetahuan.' Kalau orang luar, lebih melihat dari cara saya beraksi. Aaah saya rasa dua-duanya juga penting. Harus di pakai sesuai dengan tempat kegunaan, dan dengan kadar yang cocok dan pas saja.
Kanan... Kanan... Kanan... Kiri... Kiri... Kiri... Kemana pun otakku berdimensi, semoga tidak nyasar, bisa menyelamatkan aku di dunia dan di akhirat nanti. Amin. hehehehe. :)
#Nganan lebih baik daripada kiri. :D
KEBEKUAN ILALANG
Ilalang jalanan menggigil kedinginan
Sejenak saja ia membeku, tak lagi bergoyang
Beralaskan lumpur yang hitam, angin pun berhembus sempoyongan
Jika nasib ilalang demikian malang, kepada siapa nanti aku bertanya jalan pulang?
Minggu, 19 Januari 2014
EDISI SPESIAL ULASAN NOVEL,”PERJALANAN MENGALAHKAN WAKTU” BY FATIH ZAM
‘Ah, ini serupa kisahku, hanya
tertulis dengan sangat seru.’
Benar apa yang di katakan mas Tasaro tentang itu, dari awal kisah langsung di
sungguhkan cerita yang nyaris sama dengan masa kecilku. Ada rasa ‘klik’ ketika
membacanya, dari awal hingga akhir cerita aku seperti berkaca, ini serupa
dengan kisahku. Penasaran? Sok baca geura hehe :D. Sebuah novel yang tidak
memiliki efek mengantuk juga ketika membacanya. Seharian aku membaca novelnya
hingga bisa khatam pada pagi tadi jam 05.15, ada banyak cerita yang menarik di
dalamnya, yang membuat aku tidak ngantuk. Tak seperti biasanya, paling kuat
baca buku sampai sepertiga malam, tapi ini sampai pagi, buatku ini adalah rekor
terbaru hehe. Dengan melahap tiga bungkus good times dan ditemani secangkir air
putih, aku larut dalam cerita novel yang begitu menarik perhatianku yang hampir
tanpa jeda membacanya, novel Perjalanan Mengalahkan Waktu yang di bumbui
sajak-sajak, diksi, dan filosofi yang indah di dalamnya. Sebuah novel fiksi
biografis ini mengulas perjalanan hidup seorang penulisnya. Ada
sumplemen-suplemen yang di ramu dengan baik di dalamnya, bisa membuat kita
semangat dan tidak pernah menyerah merebut impian yang paling tinggi sekali pun
( pinjam istilah Kang A. Faudi penulis bestseller Negeri 5 Menara hehe ). Okeh sudah cukup basa-basinya, kita ulas
novelnya sekarang juga. Here we go!
Ardi,
seorang anak yang dilahirkan di bumi banten dari keluarga yang sederhana. Di
sebuah rumah panggung, atapnya dari jalinan daun rumbia, dindingnya dari
anyaman bilik bambulah ia tinggal dengan satu orang kakak yang bernama Maman,
abah dan ibunya. Masa kecil yang menyenangkan tidak ia dapati pada kisah
hidupnya, kebahagiaannya sering di pangkas oleh seorang lelaki brewok yang
paling di takuti anak-anak yang tinggal di kampungnya. Lelaki brewok itu
seperti membuat gendangan air yang bening mejadi keruh. Umpama antiklimaks yang
menggagalkan klimak yang bahkan belum mencapai pucuknya. Ardi juga tidak
mengerti kenapa lelaki brewok itu berlaku seperti itu, mengusik kesenangan,
juga menjadi penghalang bagi cita-cita dan impiannya. Yang menjadi tembok atau penghalang
mimpi-mimpinya itu ialah abahnya sendiri yang begitu otoriter. Lelaki brewok
cuek, tanpa kompromi, keras, tidak ramah terhadap anak, dan beragam sifat yang
di benci lainnya ternyata seseorang yang tinggal satu atap dengan Ardi. Dia
melawan kerangkeng nasib hidupnya : kemiskinan, kejumudan pemikiran, dan
kebodohan. Itu yang dia pilih, meskipun sang lawan adalah ayahnya sendiri.
Ibu Ardi
adalah seorang pengrajin emping dan abahnya adalah seorang pemburu kodok (
tukang ngobor bangkong ) yang banyak di kerjakan oleh orang-orang di kampungnya,
kerjanya seperti kelelawar, abahnya mengubah takdir yang di tuliskan oleh
Tuhan, siang untuk bekerja dan malam untuk beristirahat berubah menjadi
kebalikannya. Memburu kodok malam hari lalu menjualnya pagi hari kepada makelar
kodok, begitu juga ibu Ardi pengrajin emping yang ulet, semenjak perawan,
ibunya sudah melakoni pekerjaan itu. Ia adalah wanita yang tangguh. Betapa
tidak, ia menantang matahari untuk keluar dengan tambur perangnya, dan menyuruh
matahari segera tenggelam dengan tamburnya pula. Dengan tambur perangnya itu setiap
pagi hari, menumbuk-numbuk biji melinjo dan lalu kemudian menjaulnya. Ibunya
juga sama dengan abahnya tidak terlalu banyak bicara, bahkan saat Ardi mendapatkan
rangking tiga di sekolahnya, dia tidak mendapatkan respon yang baik, apalagi
dapat hadiah dari kedua orang tuanya, yang hanya menjadi angan-angannya saja.
Tidak seperti Suparman yang menjadi teman dekatnya di sekolah, suparman saja
yang mendapatan rangking ke empat dari belakang dapat hadiah dari ayahnya,
timbul rasa iri di dalamnya. Meskipun Ardi tahu, Suparman telah mengibuli
ayahnya yang seorang guru ngaji, bilang bahwa suparman dapat rangking di kelas.
Ada
kisah yang membuat aku sejenak tersenyum cekikikan ketika masih berada pada
bagian pertama dalam novel ini. Si penulis juga pintar-pintar menyelipkan kisah
lucu khas anak-anak, tidak melulu kisah sedih dan perjuangan Ardi melawan
takdirnya. Ardi punya kebiasaan membasuh kaki yang buluknya dengan minyak sisa
nasi goreng yang di buat oleh ibunya setiap pagi ketika akan berangkat
kesekolah. Dan hal itu berhasil mengoneksikan ingatanku dengan masa lalu, sama
pernah gitu juga. Haha. ( Aku yakin kalian juga pernah kan? :p ) Namun Ardi
merasa itu temuan yang berharga yang dia rahasiakan dengan udin agar membuat
betisnya berkemilau, dari sisa nasi goreng yang minyaknya overload. Terus
ketika lagi-lagi Suparman hehehe, dia menandatangani rapor Ardi yang tidak di
tanda tangani oleh abahnya yang begitu cuek ( Si Suparman mah aya-aya wae haha
). Dan satu lagi yang membuat aku ketawa lepas, ketika Bu Yati, wali kelasnya
memberikan tanggal lahir secara berurutan dari tanggal 8-12 juni kepada anak
muridnya yang tidak tahu tepatnya tanggal berapa mereka ulang tahun, karena
kebanyakan orang tua dulu menghapalkan kelahiran anak-anaknya berdasarkan musim
atau bulan dalam kalender hijriah. Kebayang kalau nanti di satu kelas itu
setiap hari ada yang ulang tahun. Ckckckck. ( Hyyattt, jelas novelmu ini
membangun imajinasi yang indah, dan menghibur aku mas Zam hehe ).
Setelah Ardi
lulus bersekolah di SD Dahu 2. Singkat cerita dia melanjutkan Sekolah Menengah
Pertama. Tidak banyak cerita penulis yang di paparkan di bagian ini, bahkan
terlau singkat. Dan setelah itu dia mulai berjuang melawan abahnya demi
cita-citanya ingin masuk Sekolah Menengah Atas. Dari sinilah Ardi mencoba
melepaskan dirinya dari belenggu yang menyekatnya. Ardi harus menempuh jalan
yang dahulu di lalui oleh kakaknya. Kakaknya meminta agar abahnya mau
menyekolahnya di sekolah yang sangat di minatinya, di STM dengan susah payah
dan tetap gagal. Apakah Ardi berhasil membujuk abahnya? Atau akan gagal seperti
kakaknya? Ingin lebih tahu, segera baca novelnya, bagaimana caranya Ardi
benar-benar ingin merubah hidupnya dan mempertahankan mimpi-mimpinya.
Dan di
mulailah kisah serunya, Perjalanan Mengalahkan Waktu, sampai-sampai imajiku
juga kelelahan ( Alaahh lebay #plakk ). ketika Ardi bertemu Pak Tua, yang
seorang penjaga lapak koran ketika ia hijrah ke kota. ( Ko bisa? Kenapa dia ke
kota? Apa yang di carinya? Baca novelnya :D ). Bertemu dengan anak kecil
bernama Rindang, berkenalan dengan Pahat seorang mahasiswa yang dulunya seorang
anak jalanan dan mantan seorang pencopet yang sekarang di kenalnya sebagai
mahasiwa yang pintar dan peduli terhadap lingkungan. Berteman dengan anak-anak
jalan, Akar, Kersa, dkk ( namanya pada unik ). Sampai Dia jatuh cinta pada
seorang dokter bernama Nurul. Siapakah Dia? Bagaimana pertemuan Ardi dengan
dokter yang bernama Nurul itu? Apakah Nurul tahu kalau Ardi yang seorang
pengangguran suka dengannya? SILAHKAN BACA NOVELNYA! Hehehe. Pada bagian ini
akan ada cerita yang memohok, seolah hati di sodok oleh bambu yang runcing (
Jlllleeeebbbbbbb dan berbunyi hiks ). Banyak pelajaran yang bisa di dapat dari
kehidupan Ardi bersama anak-anak jalanan di kota yang di tandanginya.
Tak
hanya sampai di situ saja. Kehidupan Ardi di pulas dengan warna yang berbeda
lagi, ketika ia memutuskan pergi dari kota pertama yang sudah dia singgahinya
selama 2 tahun. Di bagian ini di munculkan kembali wanita yang membuat Ardi
jatuh cinta lagi, gadis itu bernama Lara. Gadis yang pertama kali di kenalnya
di kota barunya itu ( Sesuai dengan profil singkat penulisnya yang lahir di
banten dan jatuh cinta di ( Sensor ahh haha biar penasaran ) #ciiyyeee ;) )
Lalu bagiamana dengan Nurul? Apakah Ardi sudah lupa? Kenapa? ( Aahh banyak
nanya, buka halaman 216-217, di situ ada jawaban apakah Ardi melupakan cintanya
pada Nurul atau meninggalkannya tapi tetap masih menyimpan cinta? ). Kota ini
juga yang membuka banyak kesempatan Ardi memeluk apa yang di cita-citakannya.
Kehidupan
Ardi mulai berubah ketika di pertemukan dengan Leo, Brasanda, Azan, Aga, Bagus,
dan Ahsa, yang akan menjadi kawan barunya di kota itu. Keberuntungan yang
memberkati Ardi belum juga purna, dia di ajak tinggal dengan seorang mahasiswa
pecinta alam bernama Leo. Leo adalah pemuda yang baik hati yang mengajak Ardi tinggal
bersamanya, tanpa perlu ikut membayar rumah kos-kosan. Leo juga memberikan
pekerjaan pada Ardi. Tapi di balik kebaikannya itu, ternyata Leo punya rahasia
terbesar dalam hidupnya. Sampai suatu hari Ardi dan Aga tahu, kalau Leo adalah
seorang Gay. Bagaimana reaksi mereka ketika mendengarkan pengakuannya langsung
dari Leo? ( Agak sedikit jijik pada bagian ini, tapi penasaran, tambah semangat
lagi buka tiap lembarannya hihi, latar cerita di novel sama ketika aku membaca
buku ke-5 di bulan januari yang ku baca ini, yaitu ketika Leo bercerita tentang
dirinya yang Gay dan pernah memiliki kekasih bernama Edo itu pada waktu
menjelang subuh )
Bagaimana
lanjutan kisahnya? Sebenarnya cita-cita
apa yang sedang Ardi perjuangkan? Bagaimana hubungan dengan abahnya? Kapan Ardi
pulang ke kampung halamannya? Sayangnya aku tidak punya stok jawaban yang
banyak. Aku merekomendasikan buku ini untuk di baca bagi orang-orang yang
merasa cita-citanya memiliki tembok yang sangat besar yang menjadi penghalang,
buku ini bisa menuntun kita untuk menerobosnya. Untuk mendapatkan mutara, harus
berani menyelami lautan bukan? Akan ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil
dari novel fiksi biografis ini. Menurutku sih banyak, entahlah menurut kalian
bagaimana ketika membacanya, pasti punya penilaian masing-masing dan berbeda,
tergantung sudut pandang kita. Kalau ada yang mengenalku dan membaca buku ini,
pasti akan bisa menangkap dimana letak kesamaan itu. ;) Baik ku akhiri ulasanku
kali ini... Eittss bentar ding, ada yang ingin aku jelaskan, tentang judul yang
ku labeli dengan,‘Edisi Spesial.’ Ku persembahkan tulisan amuradul dan jauh
dari kata indah ini untuk penulisnya yang sebentar lagi mau melangsungkan
pernikahan ( Horreeeee. Barakallah mas. Semoga jadi keluarga yang SAMARA dan di
warisi anak-anak yang shaleh/shalehah. Amin ). Ehh masih lama ya? Hehe. Tak apa
lah. :D Salam untuk calon istrinya dan salamkan juga pada mbak Nurul Maria
Sisilia, sajak-sajaknya sangat bagus, kuliah Jurusan Sastra Kontemporer? Kereen
( prokk... prokk ). Sekian dariku,
tulisan ini sebagai pembelajaran untukku, maaf kalau ada yang kurang berkenan.
Ku tulis ost novel ini yang AKU BANGET ( Deuhh alaayy :D ) berjudul Aku Ingin
Seperti Mereka, di bawakan oleh Kang Jalu Kancana.
AKU INGIN SEPERTI MEREKA
Sepi mengoyak rasa,
Tak pernah mengampuniku,
Ada rasa yang terkubur,
Saat kau tinggalkan aku yang
tanpa kawan dan jalan pulang
Rindu menaruh dendam,
Menghunuskan sembilu,
Sungguh aku ingin berteriak
menusuk langit,
Biar mereka dengar apa adanya.
Aku ingin seperti mereka, Tuhan.
Jalan yang tak pernah berujung,
Ku berlari, ku lompati, ku
hadapi,
Ku lawan semua yang memandang
bengis,
Hingga tajiku terpatahkan.
Dalam diam aku titipkan namamu
pada-Nya
Karena aku pasti menaruh rindu,
Sebab dirimu bersemayam dalam
hatiku.
Langganan:
Postingan (Atom)