‘Ah, ini serupa kisahku, hanya
tertulis dengan sangat seru.’
Benar apa yang di katakan mas Tasaro tentang itu, dari awal kisah langsung di
sungguhkan cerita yang nyaris sama dengan masa kecilku. Ada rasa ‘klik’ ketika
membacanya, dari awal hingga akhir cerita aku seperti berkaca, ini serupa
dengan kisahku. Penasaran? Sok baca geura hehe :D. Sebuah novel yang tidak
memiliki efek mengantuk juga ketika membacanya. Seharian aku membaca novelnya
hingga bisa khatam pada pagi tadi jam 05.15, ada banyak cerita yang menarik di
dalamnya, yang membuat aku tidak ngantuk. Tak seperti biasanya, paling kuat
baca buku sampai sepertiga malam, tapi ini sampai pagi, buatku ini adalah rekor
terbaru hehe. Dengan melahap tiga bungkus good times dan ditemani secangkir air
putih, aku larut dalam cerita novel yang begitu menarik perhatianku yang hampir
tanpa jeda membacanya, novel Perjalanan Mengalahkan Waktu yang di bumbui
sajak-sajak, diksi, dan filosofi yang indah di dalamnya. Sebuah novel fiksi
biografis ini mengulas perjalanan hidup seorang penulisnya. Ada
sumplemen-suplemen yang di ramu dengan baik di dalamnya, bisa membuat kita
semangat dan tidak pernah menyerah merebut impian yang paling tinggi sekali pun
( pinjam istilah Kang A. Faudi penulis bestseller Negeri 5 Menara hehe ). Okeh sudah cukup basa-basinya, kita ulas
novelnya sekarang juga. Here we go!
Ardi,
seorang anak yang dilahirkan di bumi banten dari keluarga yang sederhana. Di
sebuah rumah panggung, atapnya dari jalinan daun rumbia, dindingnya dari
anyaman bilik bambulah ia tinggal dengan satu orang kakak yang bernama Maman,
abah dan ibunya. Masa kecil yang menyenangkan tidak ia dapati pada kisah
hidupnya, kebahagiaannya sering di pangkas oleh seorang lelaki brewok yang
paling di takuti anak-anak yang tinggal di kampungnya. Lelaki brewok itu
seperti membuat gendangan air yang bening mejadi keruh. Umpama antiklimaks yang
menggagalkan klimak yang bahkan belum mencapai pucuknya. Ardi juga tidak
mengerti kenapa lelaki brewok itu berlaku seperti itu, mengusik kesenangan,
juga menjadi penghalang bagi cita-cita dan impiannya. Yang menjadi tembok atau penghalang
mimpi-mimpinya itu ialah abahnya sendiri yang begitu otoriter. Lelaki brewok
cuek, tanpa kompromi, keras, tidak ramah terhadap anak, dan beragam sifat yang
di benci lainnya ternyata seseorang yang tinggal satu atap dengan Ardi. Dia
melawan kerangkeng nasib hidupnya : kemiskinan, kejumudan pemikiran, dan
kebodohan. Itu yang dia pilih, meskipun sang lawan adalah ayahnya sendiri.
Ibu Ardi
adalah seorang pengrajin emping dan abahnya adalah seorang pemburu kodok (
tukang ngobor bangkong ) yang banyak di kerjakan oleh orang-orang di kampungnya,
kerjanya seperti kelelawar, abahnya mengubah takdir yang di tuliskan oleh
Tuhan, siang untuk bekerja dan malam untuk beristirahat berubah menjadi
kebalikannya. Memburu kodok malam hari lalu menjualnya pagi hari kepada makelar
kodok, begitu juga ibu Ardi pengrajin emping yang ulet, semenjak perawan,
ibunya sudah melakoni pekerjaan itu. Ia adalah wanita yang tangguh. Betapa
tidak, ia menantang matahari untuk keluar dengan tambur perangnya, dan menyuruh
matahari segera tenggelam dengan tamburnya pula. Dengan tambur perangnya itu setiap
pagi hari, menumbuk-numbuk biji melinjo dan lalu kemudian menjaulnya. Ibunya
juga sama dengan abahnya tidak terlalu banyak bicara, bahkan saat Ardi mendapatkan
rangking tiga di sekolahnya, dia tidak mendapatkan respon yang baik, apalagi
dapat hadiah dari kedua orang tuanya, yang hanya menjadi angan-angannya saja.
Tidak seperti Suparman yang menjadi teman dekatnya di sekolah, suparman saja
yang mendapatan rangking ke empat dari belakang dapat hadiah dari ayahnya,
timbul rasa iri di dalamnya. Meskipun Ardi tahu, Suparman telah mengibuli
ayahnya yang seorang guru ngaji, bilang bahwa suparman dapat rangking di kelas.
Ada
kisah yang membuat aku sejenak tersenyum cekikikan ketika masih berada pada
bagian pertama dalam novel ini. Si penulis juga pintar-pintar menyelipkan kisah
lucu khas anak-anak, tidak melulu kisah sedih dan perjuangan Ardi melawan
takdirnya. Ardi punya kebiasaan membasuh kaki yang buluknya dengan minyak sisa
nasi goreng yang di buat oleh ibunya setiap pagi ketika akan berangkat
kesekolah. Dan hal itu berhasil mengoneksikan ingatanku dengan masa lalu, sama
pernah gitu juga. Haha. ( Aku yakin kalian juga pernah kan? :p ) Namun Ardi
merasa itu temuan yang berharga yang dia rahasiakan dengan udin agar membuat
betisnya berkemilau, dari sisa nasi goreng yang minyaknya overload. Terus
ketika lagi-lagi Suparman hehehe, dia menandatangani rapor Ardi yang tidak di
tanda tangani oleh abahnya yang begitu cuek ( Si Suparman mah aya-aya wae haha
). Dan satu lagi yang membuat aku ketawa lepas, ketika Bu Yati, wali kelasnya
memberikan tanggal lahir secara berurutan dari tanggal 8-12 juni kepada anak
muridnya yang tidak tahu tepatnya tanggal berapa mereka ulang tahun, karena
kebanyakan orang tua dulu menghapalkan kelahiran anak-anaknya berdasarkan musim
atau bulan dalam kalender hijriah. Kebayang kalau nanti di satu kelas itu
setiap hari ada yang ulang tahun. Ckckckck. ( Hyyattt, jelas novelmu ini
membangun imajinasi yang indah, dan menghibur aku mas Zam hehe ).
Setelah Ardi
lulus bersekolah di SD Dahu 2. Singkat cerita dia melanjutkan Sekolah Menengah
Pertama. Tidak banyak cerita penulis yang di paparkan di bagian ini, bahkan
terlau singkat. Dan setelah itu dia mulai berjuang melawan abahnya demi
cita-citanya ingin masuk Sekolah Menengah Atas. Dari sinilah Ardi mencoba
melepaskan dirinya dari belenggu yang menyekatnya. Ardi harus menempuh jalan
yang dahulu di lalui oleh kakaknya. Kakaknya meminta agar abahnya mau
menyekolahnya di sekolah yang sangat di minatinya, di STM dengan susah payah
dan tetap gagal. Apakah Ardi berhasil membujuk abahnya? Atau akan gagal seperti
kakaknya? Ingin lebih tahu, segera baca novelnya, bagaimana caranya Ardi
benar-benar ingin merubah hidupnya dan mempertahankan mimpi-mimpinya.
Dan di
mulailah kisah serunya, Perjalanan Mengalahkan Waktu, sampai-sampai imajiku
juga kelelahan ( Alaahh lebay #plakk ). ketika Ardi bertemu Pak Tua, yang
seorang penjaga lapak koran ketika ia hijrah ke kota. ( Ko bisa? Kenapa dia ke
kota? Apa yang di carinya? Baca novelnya :D ). Bertemu dengan anak kecil
bernama Rindang, berkenalan dengan Pahat seorang mahasiswa yang dulunya seorang
anak jalanan dan mantan seorang pencopet yang sekarang di kenalnya sebagai
mahasiwa yang pintar dan peduli terhadap lingkungan. Berteman dengan anak-anak
jalan, Akar, Kersa, dkk ( namanya pada unik ). Sampai Dia jatuh cinta pada
seorang dokter bernama Nurul. Siapakah Dia? Bagaimana pertemuan Ardi dengan
dokter yang bernama Nurul itu? Apakah Nurul tahu kalau Ardi yang seorang
pengangguran suka dengannya? SILAHKAN BACA NOVELNYA! Hehehe. Pada bagian ini
akan ada cerita yang memohok, seolah hati di sodok oleh bambu yang runcing (
Jlllleeeebbbbbbb dan berbunyi hiks ). Banyak pelajaran yang bisa di dapat dari
kehidupan Ardi bersama anak-anak jalanan di kota yang di tandanginya.
Tak
hanya sampai di situ saja. Kehidupan Ardi di pulas dengan warna yang berbeda
lagi, ketika ia memutuskan pergi dari kota pertama yang sudah dia singgahinya
selama 2 tahun. Di bagian ini di munculkan kembali wanita yang membuat Ardi
jatuh cinta lagi, gadis itu bernama Lara. Gadis yang pertama kali di kenalnya
di kota barunya itu ( Sesuai dengan profil singkat penulisnya yang lahir di
banten dan jatuh cinta di ( Sensor ahh haha biar penasaran ) #ciiyyeee ;) )
Lalu bagiamana dengan Nurul? Apakah Ardi sudah lupa? Kenapa? ( Aahh banyak
nanya, buka halaman 216-217, di situ ada jawaban apakah Ardi melupakan cintanya
pada Nurul atau meninggalkannya tapi tetap masih menyimpan cinta? ). Kota ini
juga yang membuka banyak kesempatan Ardi memeluk apa yang di cita-citakannya.
Kehidupan
Ardi mulai berubah ketika di pertemukan dengan Leo, Brasanda, Azan, Aga, Bagus,
dan Ahsa, yang akan menjadi kawan barunya di kota itu. Keberuntungan yang
memberkati Ardi belum juga purna, dia di ajak tinggal dengan seorang mahasiswa
pecinta alam bernama Leo. Leo adalah pemuda yang baik hati yang mengajak Ardi tinggal
bersamanya, tanpa perlu ikut membayar rumah kos-kosan. Leo juga memberikan
pekerjaan pada Ardi. Tapi di balik kebaikannya itu, ternyata Leo punya rahasia
terbesar dalam hidupnya. Sampai suatu hari Ardi dan Aga tahu, kalau Leo adalah
seorang Gay. Bagaimana reaksi mereka ketika mendengarkan pengakuannya langsung
dari Leo? ( Agak sedikit jijik pada bagian ini, tapi penasaran, tambah semangat
lagi buka tiap lembarannya hihi, latar cerita di novel sama ketika aku membaca
buku ke-5 di bulan januari yang ku baca ini, yaitu ketika Leo bercerita tentang
dirinya yang Gay dan pernah memiliki kekasih bernama Edo itu pada waktu
menjelang subuh )
Bagaimana
lanjutan kisahnya? Sebenarnya cita-cita
apa yang sedang Ardi perjuangkan? Bagaimana hubungan dengan abahnya? Kapan Ardi
pulang ke kampung halamannya? Sayangnya aku tidak punya stok jawaban yang
banyak. Aku merekomendasikan buku ini untuk di baca bagi orang-orang yang
merasa cita-citanya memiliki tembok yang sangat besar yang menjadi penghalang,
buku ini bisa menuntun kita untuk menerobosnya. Untuk mendapatkan mutara, harus
berani menyelami lautan bukan? Akan ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil
dari novel fiksi biografis ini. Menurutku sih banyak, entahlah menurut kalian
bagaimana ketika membacanya, pasti punya penilaian masing-masing dan berbeda,
tergantung sudut pandang kita. Kalau ada yang mengenalku dan membaca buku ini,
pasti akan bisa menangkap dimana letak kesamaan itu. ;) Baik ku akhiri ulasanku
kali ini... Eittss bentar ding, ada yang ingin aku jelaskan, tentang judul yang
ku labeli dengan,‘Edisi Spesial.’ Ku persembahkan tulisan amuradul dan jauh
dari kata indah ini untuk penulisnya yang sebentar lagi mau melangsungkan
pernikahan ( Horreeeee. Barakallah mas. Semoga jadi keluarga yang SAMARA dan di
warisi anak-anak yang shaleh/shalehah. Amin ). Ehh masih lama ya? Hehe. Tak apa
lah. :D Salam untuk calon istrinya dan salamkan juga pada mbak Nurul Maria
Sisilia, sajak-sajaknya sangat bagus, kuliah Jurusan Sastra Kontemporer? Kereen
( prokk... prokk ). Sekian dariku,
tulisan ini sebagai pembelajaran untukku, maaf kalau ada yang kurang berkenan.
Ku tulis ost novel ini yang AKU BANGET ( Deuhh alaayy :D ) berjudul Aku Ingin
Seperti Mereka, di bawakan oleh Kang Jalu Kancana.
AKU INGIN SEPERTI MEREKA
Sepi mengoyak rasa,
Tak pernah mengampuniku,
Ada rasa yang terkubur,
Saat kau tinggalkan aku yang
tanpa kawan dan jalan pulang
Rindu menaruh dendam,
Menghunuskan sembilu,
Sungguh aku ingin berteriak
menusuk langit,
Biar mereka dengar apa adanya.
Aku ingin seperti mereka, Tuhan.
Jalan yang tak pernah berujung,
Ku berlari, ku lompati, ku
hadapi,
Ku lawan semua yang memandang
bengis,
Hingga tajiku terpatahkan.
Dalam diam aku titipkan namamu
pada-Nya
Karena aku pasti menaruh rindu,
Sebab dirimu bersemayam dalam
hatiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar