Hujan

Hujan
Sang Pengagum Hujan

Minggu, 19 Januari 2014

EDISI SPESIAL ULASAN NOVEL,”PERJALANAN MENGALAHKAN WAKTU” BY FATIH ZAM




‘Ah, ini serupa kisahku, hanya tertulis dengan sangat seru.’ Benar apa yang di katakan mas Tasaro tentang itu, dari awal kisah langsung di sungguhkan cerita yang nyaris sama dengan masa kecilku. Ada rasa ‘klik’ ketika membacanya, dari awal hingga akhir cerita aku seperti berkaca, ini serupa dengan kisahku. Penasaran? Sok baca geura hehe :D. Sebuah novel yang tidak memiliki efek mengantuk juga ketika membacanya. Seharian aku membaca novelnya hingga bisa khatam pada pagi tadi jam 05.15, ada banyak cerita yang menarik di dalamnya, yang membuat aku tidak ngantuk. Tak seperti biasanya, paling kuat baca buku sampai sepertiga malam, tapi ini sampai pagi, buatku ini adalah rekor terbaru hehe. Dengan melahap tiga bungkus good times dan ditemani secangkir air putih, aku larut dalam cerita novel yang begitu menarik perhatianku yang hampir tanpa jeda membacanya, novel Perjalanan Mengalahkan Waktu yang di bumbui sajak-sajak, diksi, dan filosofi yang indah di dalamnya. Sebuah novel fiksi biografis ini mengulas perjalanan hidup seorang penulisnya. Ada sumplemen-suplemen yang di ramu dengan baik di dalamnya, bisa membuat kita semangat dan tidak pernah menyerah merebut impian yang paling tinggi sekali pun ( pinjam istilah Kang A. Faudi penulis bestseller Negeri 5 Menara hehe ).  Okeh sudah cukup basa-basinya, kita ulas novelnya sekarang juga. Here we go!
Ardi, seorang anak yang dilahirkan di bumi banten dari keluarga yang sederhana. Di sebuah rumah panggung, atapnya dari jalinan daun rumbia, dindingnya dari anyaman bilik bambulah ia tinggal dengan satu orang kakak yang bernama Maman, abah dan ibunya. Masa kecil yang menyenangkan tidak ia dapati pada kisah hidupnya, kebahagiaannya sering di pangkas oleh seorang lelaki brewok yang paling di takuti anak-anak yang tinggal di kampungnya. Lelaki brewok itu seperti membuat gendangan air yang bening mejadi keruh. Umpama antiklimaks yang menggagalkan klimak yang bahkan belum mencapai pucuknya. Ardi juga tidak mengerti kenapa lelaki brewok itu berlaku seperti itu, mengusik kesenangan, juga menjadi penghalang bagi cita-cita dan impiannya. Yang menjadi tembok atau penghalang mimpi-mimpinya itu ialah abahnya sendiri yang begitu otoriter. Lelaki brewok cuek, tanpa kompromi, keras, tidak ramah terhadap anak, dan beragam sifat yang di benci lainnya ternyata seseorang yang tinggal satu atap dengan Ardi. Dia melawan kerangkeng nasib hidupnya : kemiskinan, kejumudan pemikiran, dan kebodohan. Itu yang dia pilih, meskipun sang lawan adalah ayahnya sendiri.
Ibu Ardi adalah seorang pengrajin emping dan abahnya adalah seorang pemburu kodok ( tukang ngobor bangkong ) yang banyak di kerjakan oleh orang-orang di kampungnya, kerjanya seperti kelelawar, abahnya mengubah takdir yang di tuliskan oleh Tuhan, siang untuk bekerja dan malam untuk beristirahat berubah menjadi kebalikannya. Memburu kodok malam hari lalu menjualnya pagi hari kepada makelar kodok, begitu juga ibu Ardi pengrajin emping yang ulet, semenjak perawan, ibunya sudah melakoni pekerjaan itu. Ia adalah wanita yang tangguh. Betapa tidak, ia menantang matahari untuk keluar dengan tambur perangnya, dan menyuruh matahari segera tenggelam dengan tamburnya pula. Dengan tambur perangnya itu setiap pagi hari, menumbuk-numbuk biji melinjo dan lalu kemudian menjaulnya. Ibunya juga sama dengan abahnya tidak terlalu banyak bicara, bahkan saat Ardi mendapatkan rangking tiga di sekolahnya, dia tidak mendapatkan respon yang baik, apalagi dapat hadiah dari kedua orang tuanya, yang hanya menjadi angan-angannya saja. Tidak seperti Suparman yang menjadi teman dekatnya di sekolah, suparman saja yang mendapatan rangking ke empat dari belakang dapat hadiah dari ayahnya, timbul rasa iri di dalamnya. Meskipun Ardi tahu, Suparman telah mengibuli ayahnya yang seorang guru ngaji, bilang bahwa suparman dapat rangking di kelas.
Ada kisah yang membuat aku sejenak tersenyum cekikikan ketika masih berada pada bagian pertama dalam novel ini. Si penulis juga pintar-pintar menyelipkan kisah lucu khas anak-anak, tidak melulu kisah sedih dan perjuangan Ardi melawan takdirnya. Ardi punya kebiasaan membasuh kaki yang buluknya dengan minyak sisa nasi goreng yang di buat oleh ibunya setiap pagi ketika akan berangkat kesekolah. Dan hal itu berhasil mengoneksikan ingatanku dengan masa lalu, sama pernah gitu juga. Haha. ( Aku yakin kalian juga pernah kan? :p ) Namun Ardi merasa itu temuan yang berharga yang dia rahasiakan dengan udin agar membuat betisnya berkemilau, dari sisa nasi goreng yang minyaknya overload. Terus ketika lagi-lagi Suparman hehehe, dia menandatangani rapor Ardi yang tidak di tanda tangani oleh abahnya yang begitu cuek ( Si Suparman mah aya-aya wae haha ). Dan satu lagi yang membuat aku ketawa lepas, ketika Bu Yati, wali kelasnya memberikan tanggal lahir secara berurutan dari tanggal 8-12 juni kepada anak muridnya yang tidak tahu tepatnya tanggal berapa mereka ulang tahun, karena kebanyakan orang tua dulu menghapalkan kelahiran anak-anaknya berdasarkan musim atau bulan dalam kalender hijriah. Kebayang kalau nanti di satu kelas itu setiap hari ada yang ulang tahun. Ckckckck. ( Hyyattt, jelas novelmu ini membangun imajinasi yang indah, dan menghibur aku mas Zam hehe ).
Setelah Ardi lulus bersekolah di SD Dahu 2. Singkat cerita dia melanjutkan Sekolah Menengah Pertama. Tidak banyak cerita penulis yang di paparkan di bagian ini, bahkan terlau singkat. Dan setelah itu dia mulai berjuang melawan abahnya demi cita-citanya ingin masuk Sekolah Menengah Atas. Dari sinilah Ardi mencoba melepaskan dirinya dari belenggu yang menyekatnya. Ardi harus menempuh jalan yang dahulu di lalui oleh kakaknya. Kakaknya meminta agar abahnya mau menyekolahnya di sekolah yang sangat di minatinya, di STM dengan susah payah dan tetap gagal. Apakah Ardi berhasil membujuk abahnya? Atau akan gagal seperti kakaknya? Ingin lebih tahu, segera baca novelnya, bagaimana caranya Ardi benar-benar ingin merubah hidupnya dan mempertahankan mimpi-mimpinya.
Dan di mulailah kisah serunya, Perjalanan Mengalahkan Waktu, sampai-sampai imajiku juga kelelahan ( Alaahh lebay #plakk ). ketika Ardi bertemu Pak Tua, yang seorang penjaga lapak koran ketika ia hijrah ke kota. ( Ko bisa? Kenapa dia ke kota? Apa yang di carinya? Baca novelnya :D ). Bertemu dengan anak kecil bernama Rindang, berkenalan dengan Pahat seorang mahasiswa yang dulunya seorang anak jalanan dan mantan seorang pencopet yang sekarang di kenalnya sebagai mahasiwa yang pintar dan peduli terhadap lingkungan. Berteman dengan anak-anak jalan, Akar, Kersa, dkk ( namanya pada unik ). Sampai Dia jatuh cinta pada seorang dokter bernama Nurul. Siapakah Dia? Bagaimana pertemuan Ardi dengan dokter yang bernama Nurul itu? Apakah Nurul tahu kalau Ardi yang seorang pengangguran suka dengannya? SILAHKAN BACA NOVELNYA! Hehehe. Pada bagian ini akan ada cerita yang memohok, seolah hati di sodok oleh bambu yang runcing ( Jlllleeeebbbbbbb dan berbunyi hiks ). Banyak pelajaran yang bisa di dapat dari kehidupan Ardi bersama anak-anak jalanan di kota yang di tandanginya.  
Tak hanya sampai di situ saja. Kehidupan Ardi di pulas dengan warna yang berbeda lagi, ketika ia memutuskan pergi dari kota pertama yang sudah dia singgahinya selama 2 tahun. Di bagian ini di munculkan kembali wanita yang membuat Ardi jatuh cinta lagi, gadis itu bernama Lara. Gadis yang pertama kali di kenalnya di kota barunya itu ( Sesuai dengan profil singkat penulisnya yang lahir di banten dan jatuh cinta di ( Sensor ahh haha biar penasaran ) #ciiyyeee ;) ) Lalu bagiamana dengan Nurul? Apakah Ardi sudah lupa? Kenapa? ( Aahh banyak nanya, buka halaman 216-217, di situ ada jawaban apakah Ardi melupakan cintanya pada Nurul atau meninggalkannya tapi tetap masih menyimpan cinta? ). Kota ini juga yang membuka banyak kesempatan Ardi memeluk apa yang di cita-citakannya.
Kehidupan Ardi mulai berubah ketika di pertemukan dengan Leo, Brasanda, Azan, Aga, Bagus, dan Ahsa, yang akan menjadi kawan barunya di kota itu. Keberuntungan yang memberkati Ardi belum juga purna, dia di ajak tinggal dengan seorang mahasiswa pecinta alam bernama Leo. Leo adalah pemuda yang baik hati yang mengajak Ardi tinggal bersamanya, tanpa perlu ikut membayar rumah kos-kosan. Leo juga memberikan pekerjaan pada Ardi. Tapi di balik kebaikannya itu, ternyata Leo punya rahasia terbesar dalam hidupnya. Sampai suatu hari Ardi dan Aga tahu, kalau Leo adalah seorang Gay. Bagaimana reaksi mereka ketika mendengarkan pengakuannya langsung dari Leo? ( Agak sedikit jijik pada bagian ini, tapi penasaran, tambah semangat lagi buka tiap lembarannya hihi, latar cerita di novel sama ketika aku membaca buku ke-5 di bulan januari yang ku baca ini, yaitu ketika Leo bercerita tentang dirinya yang Gay dan pernah memiliki kekasih bernama Edo itu pada waktu menjelang subuh )
Bagaimana  lanjutan kisahnya? Sebenarnya cita-cita apa yang sedang Ardi perjuangkan? Bagaimana hubungan dengan abahnya? Kapan Ardi pulang ke kampung halamannya? Sayangnya aku tidak punya stok jawaban yang banyak. Aku merekomendasikan buku ini untuk di baca bagi orang-orang yang merasa cita-citanya memiliki tembok yang sangat besar yang menjadi penghalang, buku ini bisa menuntun kita untuk menerobosnya. Untuk mendapatkan mutara, harus berani menyelami lautan bukan? Akan ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari novel fiksi biografis ini. Menurutku sih banyak, entahlah menurut kalian bagaimana ketika membacanya, pasti punya penilaian masing-masing dan berbeda, tergantung sudut pandang kita. Kalau ada yang mengenalku dan membaca buku ini, pasti akan bisa menangkap dimana letak kesamaan itu. ;) Baik ku akhiri ulasanku kali ini... Eittss bentar ding, ada yang ingin aku jelaskan, tentang judul yang ku labeli dengan,‘Edisi Spesial.’ Ku persembahkan tulisan amuradul dan jauh dari kata indah ini untuk penulisnya yang sebentar lagi mau melangsungkan pernikahan ( Horreeeee. Barakallah mas. Semoga jadi keluarga yang SAMARA dan di warisi anak-anak yang shaleh/shalehah. Amin ). Ehh masih lama ya? Hehe. Tak apa lah. :D Salam untuk calon istrinya dan salamkan juga pada mbak Nurul Maria Sisilia, sajak-sajaknya sangat bagus, kuliah Jurusan Sastra Kontemporer? Kereen ( prokk... prokk ).  Sekian dariku, tulisan ini sebagai pembelajaran untukku, maaf kalau ada yang kurang berkenan. Ku tulis ost novel ini yang AKU BANGET ( Deuhh alaayy :D ) berjudul Aku Ingin Seperti Mereka, di bawakan oleh Kang Jalu Kancana.




 AKU INGIN SEPERTI MEREKA

Sepi mengoyak rasa,
Tak pernah mengampuniku,
Ada rasa yang terkubur,
Saat kau tinggalkan aku yang tanpa kawan dan jalan pulang
                         
Rindu menaruh dendam,
Menghunuskan sembilu,
Sungguh aku ingin berteriak menusuk langit,
Biar mereka dengar apa adanya.

Aku ingin seperti mereka, Tuhan.

Jalan yang tak pernah berujung,
Ku berlari, ku lompati, ku hadapi,
Ku lawan semua yang memandang bengis,
Hingga tajiku terpatahkan.

Dalam diam aku titipkan namamu pada-Nya
Karena aku pasti menaruh rindu,
Sebab dirimu bersemayam dalam hatiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar