Hujan

Hujan
Sang Pengagum Hujan

Minggu, 26 Januari 2014

KISAH PERJALANANKU MENGALAHKAN WAKTU




            Seperti lagu Sherina Munaf di film Pertualangan Sherina yang mengatakan,’Setiap Manusia di dunia pasti punya kesalahan.’ Begitu juga denganku. Tak terhitung berapa banyak aku melakukan kesalahan yang berujung pada kegagalan dalam hidup. Penyesalan, kekecewaan, kesedihan, keterpurukan, keputusasaan, hingga kesakitan telah menjadi cita rasa dalam hidupku tidak hambar. Di sini aku akan berbagi kisah, yang tak akan pernah aku lupa. Ketika aku harus mati-matian memperjuangkan mimpiku. Sedikit ada kemiripan dengan kisah yang ada di novel Perjalanan Mengalahkan Waktu yang di tulis oleh Fatih Zam. 

            Aku terlahir sebagai anak bungsu dari 8 bersaudara. Di tahun 2009 yang lalu aku lulus dari sekolah Mts Nurul Hikmah. Saat itu aku punya keinginan untuk meneruskan sekolah ke MAN Cijeruk yang lokasi sekolahnya tidak jauh dari sekolahku yang dulu. Aku tahu hal ini akan menjadi hal yang sangat sulit untuk aku raih. Bagaimana mungkin aku di perbolehkan meneruskan sekolah MA sedangkan semua kakak-kakakku tidak ada yang meneruskan sekolahnya ketika lulus dari SMP/MTS yang sama denganku. Mereka memilih kerja di pabrik-pabrik terdekat, yang memang bisa memperkerjakan anak yang masih terbilang baru menginjak usia remaja. Ke-7 kakakku jelas memilih membantu memenuhi ekonomi keluarga, karena Ibu hanya Ibu Rumah Tangga dan Bapak adalah seorang buruh tani yang berpenghasilan tidak tetap. 

            Entah kenapa. Aku punya keinginan yang berbeda dengan kakak-kakakku. Mereka bilang karena aku anak bungsu jadi manja, belum bisa memikirkan soal uang dan kebutuhan keluarga, dan sebagainya. Inilah yang menjadi tantanganku, sebuah tembok yang membentang begitu tinggi yang harus aku lewati untuk sampai pada impian yang di harapkan. Perkataan mereka membuat aku semakin membulatkan tekad, dan meluruskan niat secara benar-benar. Ada semangat yang begitu kuat, menggebu-gebu dalam diriku. Tak terhitung sudah berapa kali keinginanku itu di rendahkan, di cuekkan, bahkan tak di dengar. Tak terhitung jutaan alir yang mengalir dari mataku, merengek, memaksa, menjelaskan, bahwa mimpiku itu baik. Dengan sekolah aku bisa belajar mmperbaiki diri, dan ada yang lebih penting lagi yaitu bisa meningkatkan derajat keluarga. Beberapa kali mereka selalu bercerita tentang keluarga kita yang tak begitu di hargai, dan kadang selalu di anggap remeh oleh para tetangga yang memang memiliki finansial yang lebih dari keluargaku. 

            Uang yang menjadi persoalanku, menjadi bayang-bayangan abu yang mengelabuiku. Ketika aku mulai ingin berjalan menuju mimpiku itu. Entah berapa kali aku mengadu pada Tuhan, memohon pada-Nya agar meluluhkan hati mereka, menangis tersedu-sedu di atas sajadah yang di penuhi tetesan airmata pengharapanku pada-Nya. Aku meminta keajaiban kata’Kun’ darinya. Jika mimpiku itu baik, maka mudahkanlah Ia bagiku. Aku bersimpuh, dengan tumbuhku yang meringkih, dengan suara yang lirih, dengan hati yang menanggung beribu perih, memasrahkan semuanya pada yang Maha Pemberi Keputusan. Aku tidak mengetahui apa-apa yang masih tersembunyi. Biarkan langit mengumpulkan doa-doaku di sebuah Laci Tuhan. Mimpi mana yang akan Dia pilih untuk di wujudkan. Di persetiga malam itu aku benar-benar pasrah akan takdir pagi yang seperti apa yang ku dapat nanti. Takdir pagi yang seperti apa yang akan aku tampi. Aku sudah terlanjur pasrah. 

            Tuhan, Illahi Rabbi. Ternyata memahami apa mauku. Bisa melihat niat baikku. Pagi itu aku di berikan kekuatan untuk melangkahkan kakiku menuju sekolah baru. Bertekad untuk daftar sekolah tanpa sepengetahuan keluarga. Dengan membawa Asma-Nya bersamaku. Aku yakin Allah akan memberikan jalan itu, bagi hambanya yang sungguh-sungguh. Rezeki adalah rahasia-Nya, tapi untuk mendapatkannya kita harus berjuang, tidak berdiam diri. Yang ada di fikiranku saat itu adalah yang penting aku bisa daftar dan bisa masuk sekolah itu, insya Allah jalan rezekinya akan di atur oleh Allah, lewat siapapun, meskipun aku tidak tahu akan lewat mana Dia mengalirkannya. Tetapi aku yakin. 

            Singkat cerita. Aku berhasil masuk sekolah yang aku inginkan. Entah itu karena keegoisanku atau kesungguhanku. Tergantung kacamata orang mau memandangnya dari mana. Aku tidak peduli. Namun hanya setengah semester saja aku mendapatkan kebahagian bisa duduk di bangku sekolah menengah atas, setelah itu keluargaku membentuk tembok yang begitu besar dari sebelumnya. Aku seperti di seret kasar dari mimpiku itu, di tarik, di cabik, hingga kepedihan itu kembali mengukungku. 

            Kembali aku di uji. Meskipun saat aku sekolah tak banyak hal yang ku minta dari mereka tetap saja, mereka begitu takut, ketika nanti aku lulus ujian harus menggunakan biaya yang besar, yang tidak bisa aku tanggung sendiri. Sudah berapa kali mereka membentak, tak membuatku gentar. Kali ini justru pasukan yang Allah kirim begitu banyak, ada teman-teman sekelasku yang membantuku, memberikan semangat, menemaniku. Tak lupa ada guru-guru juga yang ingin mempertahankanku. Mereka datang ke rumah, berbondong-bondong membantuku untuk menghancurkan tembok yang menjulang tinggi itu. Entah ini berupa nilai kesalahan atau perjuangan, keegoisan atau keteguhan. Berkat keyakinanku pada-Nya, karena Dia sudah mengeluarkan separuh keajaiban-Nya dari kalimat’Kun,’ maka aku yakin Dia pasti menolongku. Tak ada yang bisa melawan kehendak-Nya, tak akan ada yang bisa mengubah apa yang sudah menjadi ketentuan-Nya. 

            Akhirnya. Tembok itu bisa aku runtuhkan. 

            Perjalananku mengalahkan waktu tak berhenti disini. Aku kembali memperjuangkan mimpi-mimpiku yang baru. Biaya sekolah aku tukar dengan prestasiku. Aku berusaha keras agar pihak sekolah memberikan beasiswa padaku. Agar keluargaku tahu, aku begitu sungguh-sungguh. Beberapa kali aku ikut perlombaan Cerdas Cermat baik tingkat sekolah maupun tingkat se-JABODETABEK. Lomba yang sangat aku minati dan aku tekuni semenjak kelas 2 MA. Lebih dari 6 kali mengalami kekalahan sampai ketika aku akan lulus sekolah dari MAN CIJERUK itu, barulah aku berhasil meraih trofi, juara 1, 2, dan 3. Trofi itu harga bayaranku atau balas jasaku untuk teman-teman, guru-guru dan seluruh pihak sekolah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar