Hujan

Hujan
Sang Pengagum Hujan

Sabtu, 29 Juni 2013

TUHAN AKANKAH AKU MENJADI SEORANG PANGERAN_Cerpenku



Kemana lagi Aku harus mencari sepotong tulang rusukku yang hilang ? di manakah bidadari yang harus Aku jemput untuk menemaniku dalam kehidupan di dunia dan akhirat nanti ? di manakah letak makmumku berada ? siapakah yang akan menjadi pendampingku ? siapa yang akan menjadi pelengkap setengah dienku ? bukankah setiap orang pasti akan di pertemukan dengan pasangan sejatinya ? menikah, beranak pinak, menjadi keluarga yang sakinah mawadah dan warrahmah. Umurku sudah semakin menua, wajahku sudah berkerut, kusut tak ada cahaya. Tuhan akankah Aku menjadi seorang pangeran di surga-Mu nanti ? seperti Engkau yang menciptakan bidadari-bidadari yang parasnya cantik luar biasa berada dalam surga-Mu, yang tak pernah tersentuh oleh manusia mau pun jin sebelumnya. Akankah Engkau menjadikan Aku seorang pangeran yang akan menjadi pendamping bidadari-bidadari surga-Mu ? 

Di malam yang dingin ku mencoba merebahkan tubuhku yang lelah di atas ranjang, setelah seharian mengerjakan pekerjaan yang sehari-seharinya Aku lakukan. Mengurus warung kecil yang sudah 10 tahun Aku kelola bersama Ibu dan Bapakku guna menunjang biaya kehidupan kami. 

Aku menghela nafas panjang ke langit-langit kamar. Tak hanya tubuhku yang merasa kelelahan, namun seluruh hatiku juga merasakan lelah yang teramat. Lelah menanti seseorang yang akan menjadi pelengkap kehidupanku. Setiap malam adalah waktu yang sering Aku gunakan untuk merajuk-Nya, terus berdoa pada-Nya, meminta seorang bidadari dunia untuk menjadi pendamping hidupku. Tak henti-hentinya setiap malam Aku bermunajat pada-Nya, apalah arti kedudukan di dunia, kekayaan di dunia semua itu tak akan membahagiakan hatiku sepenuhnya, jika tak ada seorang pendamping hidup yang menemaniku. Menompang kejayaanku. 

          Ku pandangi langit-langit kamar, membayangkan sosok perempuan yang anggun. Selalu menungguku setiap pulang kerja, melayaniku dan bermanja-manja dalam pelukanku. Umurku sudah hampir kepala 3. Dari sekian temanku semasa sekolah dan teman yang seumuran denganku, rata-rata mereka sudah mempunyai 2 sampai 3 anak. Memiliki istri dan anak-anak yang menjadi pelengkap dalam hidup mereka. Tak seperti diriku yang  menjadi “bujang lapuk” belum juga menikah, mungkin karena kekurangan fisikal, tidak ada kesempatan, atau tidak pernah 'terpilih' di dunia yang amat keterlaluan mencintai harta dan penampilan wajah ? Entahlah. Namun Aku masih berharap Tuhan memberikan salah satu bidadari-bidadari-Nya untuk menemaniku mengarungi kehidupan di dunia. 

          Aku memang tak memiliki paras muka yang tampan, tinggi, kekar dan berbagai kriteria lainya yang termasuk kategori laki-laki idaman para wanita. Muka yang pas-pasan, tinggiku hanya 156cm jauh dari normalnya laki-laki yang usianya sudah matang bisa mencapai 170cm atau minimal 165cm. Jangan tanya tentang badan kekar, itu tidak akan seimbang dengan tinggi badanku. Ya tubuhku kurus tak berbody sexy layaknya aktor-aktor film action. Ternyata dunia memang kejam, semua orang yang tidak di lahirkan tampan lagi mapan akan mudah tereleminasi dari kehidupan. Tak layak dipilih.

          10 tahun yang lalu saat usiaku 27 tahun dan siap untuk menikah. 

          “ bagaimana nanti kalau Aku kenalkan kau dengan temanku, si Milah. Dia guru PAUD di desanya. Umurnya lebih muda dari kau, 25 tahun. “ jelas Dadang padaku. 

Dia memang temanku yang selalu antusias menjodoh-jodohkanku dengan beberapa teman perempuannya. Dadang, memiliki wajah yang jelas lebih tampan dariku, dan ada yang lebih penting dari itu. Dadang terlahir di keluarga yang terpandang di kampungku. Kedua orang tuanya memiliki beberapa bisnis yang mengurita. Kedua Hal tersebut adalah modal utamanya. Meskipun Dadang seorang pengangguran tapi Dia tertolong oleh kekayaan yang dimiliki kedua orang tuanya.  Di umurnya yang ke-24 Dia menikah dengan anak rekan bisnis Bapaknya dan sekarang sudah di karuniai anak yang lucu. Hidupnya jelas lebih dan lebih beruntung dariku. Dadang menikah, punya anak dan rumah pun di buatkan oleh kedua orang tuanya. Aahh kalau Aku terus-terus membandingkan kehidupanku dengan Dadang, bisa-bisa Aku selamanya tak akan merasa bahagia. Tak sepantasnya Aku seperti itu.  Mensyukuri dengan apa yang sudah Aku miliki sekarang itu jauh lebih baik. Merasa Qana’ah. 

Kalau kau masih suka membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain terkait  harta, gelar, gaji, dan kedudukan. Maka jangan pernah bermimpi untuk bahagia. Sebab, kebahagiaan hanya hadir saat kau mensyukuri karunia Tuhanmu, menikmati hidupmu tanpa mengukurnya dari persepsi orang lain. Hanya tiga hal yang boleh di bandingkan dengan orang lain yaitu, tekun ibadah, besarnya manfaat, dan dalamnya ilmu. Jika ada yang lebih tekun ibadahnya, lebih luas manfaatnya dan lebih dalam ilmunya, berlombalah dengannya. Selain tiga hal itu, syukuri yang telah kau peroleh. Nikmatilah hidupmu. Semoga dengan itu Allah membahagiakanmu. Itulah perkataan salah seorang Ustadz di tempat tinggalku. Kata-kata itu terus menjadi pegangan untukku.

          “ hmm. Kalau bisa, tidak hanya sekedar kenalan Dang. “ jawabku, mendesah pelan. 

          “ ya iyalah, Aku ndak bakalan mengenalkan seseorang pada kau bukan untuk main-main saja bung. Haha. “ 

          “ jadi gimana caranya Aku kenal dan ketemuan dengan Milah ? “ tanyaku, yang di tanya malah sedang asik mengepul-ngepulkan asap rokoknya ke udara.

          “ kalau itu biar sekalian Aku yang ngatur Jam. Nanti kau tinggal ketemu dengan si Milah. “ jawab Dadang santai, kini ia sedang menyeruput secangkir kopi yang Aku sungguhkan untuknya. 

          “ Jam, beli minyak seperempat. “ suara Salamah yang hendak membeli menghentikan obrolan Aku dengan Dadang. “ eh ada Mas Dadang, maen Mas ? “ tegur Salamah yang kecentilan melihat Dadang nongkrong di warungku.

          “ iya Mba Sal. “ jawab Dadang singkat, tersenyum ramah pada Salamah. 

          “ minyak seperempat, terus apa lagi Mba ? “ tanyaku sambil memasukan minyak pada plastik. 

          “ sudah, minyak saja Jam. “ jawab Salamah, memberikan uang yang sudah ia keluarkan dari dompetnya. “ mari Mas Dadang, Salamah pamit dulu. Lagi goreng ikan kehabisan minyak. Jadi lari dulu deh ke warung. Hehe. “ kata Salamah, mukanya cengengesan.

          “ iya, ya. Silahkan. Sudah sana, sana. Nanti goreng ikannya keburu gosong loh Mba Sal. “ Aku yang menjawab sikap cengengesannya. Aku dan Dadang terbahak melihat Salamah yang berlalu dengan wajah yang kesal dan bibir yang di manyunkannya. 

          1 minggu berlalu. 

          Misi Dadang mengenalkanku dengan guru PAUD itu berjalan dengan lancar. Milah dan Aku ketemuan di sebuah taman tempat anak-anak kecil bermain, remaja yang nongkrong dan pacaran, maupun tempat orang tua yang ingin menikmati pemandangan danau dan merasakan udara yang segar, bersemilir sejuk di sekitar taman.  

          Sejak pertemuan kami berdua, Milah sudah mulai bisa terbuka dengan Aku. Dia menceritakan banyak hal tentangnya padaku, begitu pun sebaliknya dengan Aku. Kami sering bercengrama lewat sms atau telepon, karena kami berdua sama-sama sibuk dengan pekerjaan. Beberapa bulan terus berlalu dengan cepat, hubunganku dengan Milah semakin dekat. Kami sering menyempatkan waktu dalam satu minggu sekali pertemuan, mengunjungi tempat-tempat bermain dan tempat kencan layaknya anak-anak muda. Dan yang pasti ingin lebih mengenalnya lebih jauh. Hal itu mampu menumbuhkan percikan-percikan cinta di hatiku untuknya. Aku yakin Milah bisa menerima Aku apa adanya. Aku bisa menyimpulkannya dari sikapnya yang ramah dan tidak ada perasaan gengsi ketika di ajak jalan denganku. Semoga Milah pun merasakan hal yang sama dengan yang Aku rasakan. 

          “ Gimana tadi ngajar anak-anaknya Mba ? seru ? “ tanyaku pada Milah, ketika kami mengobrol di telepon.

           “ haha ya gitu deh Mas, seperti biasa seru sekaligus repot. “ jawab Milah. 

          “ bagus to Mba, buat ngelatih Mba ketika nanti punya anak. “ 

          “ iya betul Mas, oh iya kabar Mas Dadang gimana to Mas ? sudah lama Milah tidak ketemu dengannya. “

          “ kemarin sih Mas lihat Dia sehat-sehat saja, malahan sedang asik main-main dengan anaknya. “ 

          “ Jam, Jaamaaal. Ada yang beli tuh, bagaimana kau ini warung ko di tinggal-tinggal. “ teriak Ibu dari dalam rumah. Aku menutup ujung telepon dengan telapak tanganku agar teriakan Ibu tidak terdengar oleh Milah. 

          “ sudah Mas jaga warung lagi saja, dari pada nanti di teriakin lagi sama ibunya to. Milah pamit ya Mas. Assalamu’alaikum “ 

          “ Wa’alaikumsalam.”

          Dengan perasaan sedikit kesal Aku langsung berlalu menuju warung. “ ibu tidak ngerti apa kalau anaknya lagi berjuang mendekati calon menantunya.” Keluhku dalam hati. Kemudian cengar-cengir sendiri membayangkan kalau Milah benar-benar akan menjadi menantu Ibu, ya jadi Istriku.  

          1 bulan telah berlalu lagi. 

          Aku sudah merencanakan rencana untuk menyatakan perasaanku pada Milah, dan Aku ingin langsung melamarnya. Cincin emas seberat 2gram sudah Aku siapkan dari seminggu yang lalu, yang Aku beli dari pasar ketika Aku belanja beberapa kebutuhan warung yang sudah habis. Rencana ini Aku bicarakan dengan Ibu dan Bapak. Setelah Aku menjelaskan tujuanku itu Ibu dan Bapak setuju dengan rencanaku. Memang sudah beberapa tahun ini Ibu dan Bapak sudah menyuruhku untuk segera mencari pendamping hidup, mengingat umurku yang memang sudah cukup untuk menikah. Ibu dan Bapak memberikan banyak petuahnya padaku, dan mereka meminta kalau Aku dan Milah jika kelak menikah tetaplah tinggal disini. “ nanti ajaklah istrimu tinggal di sini, kau kan anak Ibu satu-satunya. Cepatlah pinang gadis itu, ibu ingin cepat-cepat menimang cucu. “ begitulah hal-hal yang diinginkan setiap orang tua. Ingin melihat anaknya bahagia menikah, memberikan cucu yang bisa menemani masa tuanya. 

          Aku menggunakan jadwal pertemuanku dalam satu minggu sekali, untuk meminangnya. Pertemuan pun sedang berlangsung. Gaya rambut klimis di poles gel rambut dengan penuh gaya. Penampilan sudah rapih dan harum minyak wangi di tubuhku sudah menyengat. Milah seperti biasa memakai pakaian simple namun elegan, dengan memakai pakaian kaos lengan panjang warna putih dan celana jeans warna biru langit. Rambut panjangnya di biarkan terurai sampai tengah punggungnya. Membiarkan angin nakal menghembuskannya, memain-mainkan beberapa helai rambutnya. Bergerak kesana-kemari.

          Layaknya anak-anak remaja yang sedang jatuh cinta. Aku pun gugup saat pertemuan kami kali ini. Pertemuan yang akan mengungkapkan segala rasa cintaku pada Milah, namun versinya lebih serius dari anak-anak remaja yang bergombal-gombal, mencari kata-kata yang paling bagus untuk menyatakan perasaan mereka yang masih ababil. Namun semua semangat dan keceriaanku dengan rencana yang sudah Aku buat seketika menghilang menjadi perasaan sakit hati dan kekecewaan. Ketika Aku menyodorkan sebentuk cincin di hadapannya dan Aku menjelaskan segala maksud dan tujuanku memberikan cincin itu padanya. Tetapi bukan secerah matahari yang tampak dari wajah Milah, melainkan awan mendung yang siap menurunkan beberapa titik-titik hujan. 

          Saat itu Dia jujur padaku. Tak bisa menerima lamaranku itu. awalnya Dia memang ingin berniat serius denganku, menerima segala kekuranganku. Tapi dua bulan yang lalu Dia bertemu dengan seorang pria yang boleh jadi lebih mapan dan lebih tampan dariku. Hampir delapan bulan kedekatanku dengan Milah, dengan sekejap tergantikan oleh pertemuan yang baru berumur dua bulan. Yang mampu mengubah arah dan tujuan awal Milah dekat denganku. Apakah Aku harus merajuk-Nya ? memaki-maki atas apa yang di takdirkan-Nya padaku ? apa Tuhan benar-benar Maha Adil kepada makhluk-makhluk-Nya ?. Namun seketika itu Aku sudah membuang jauh-jauh fikiran bodohku itu. Ya Tuhan betapa tidak karuannya hati ini menghadapi kenyataan yang ada. Aku yang tak tampan dan hanya pedagang warung kecil memang mudah di singkirkan oleh pria yang jelas-jelas dengan ketampanannya mampu membuat hati wanita luluh dan memiliki pendatapan yang lebih besar dari penjaga warung sepertiku.  

          Berminggu-minggu Aku merenung, masih memikirkan tentang Milah. Aku sedikit bisa menyimpulkan dan menerimanya dengan lapang dada. Coba, wanita mana yang ndak mau  mengambil kesempatan yang lebih baik dari tujuan sebelumnya. Ya itu adalah kesempatan yang langka bagi sebagian para wanita, makanya dari itu mungkin wanita akan mudah tergiur. Mereka tidak bodoh dengan memilih pria yang lebih bisa menjamin kehidupan yang baik di masa yang akan datang. Saat itu Aku mulai menerima takdirku yang seperti itu, dada yang sesak penuh dengan kesakit hatian. Apa mau di kata, seperti kupu-kupu yang sudah kehabisan madu untuk ia hisap, maka ia akan bergegas terbang ke taman-taman lain, mencari bunga-bunga yang masih banyak madunya. Lepaskanlah, maka semoga yang lebih baik akan datang. Lepaskanlah, maka semoga suasana hati akan lebih ringan.

          Perputaran waktu melesat begitu cepat, 2 bulan sudah kejadian itu tertinggal dan telah menjadi masalalu yang menyakitkan bagiku. Apa yang paling jauh dari kita? Itu benar, bulan, bintang, teman di kota seberang, kerabat di benua lain, semua memang jauh. Tapi yang paling jauh adalah 'masa lalu'. Kita tidak pernah bisa mendatangi masa lalu. Jauh terbentang jaraknya, meski baru beberapa hari lalu, atau beberapa jam lalu, atau beberapa menit lalu. Maka bagi yang paham, masa lalu menjadi pondasi pembelajaran, terus memperbaiki diri, bukan sebaliknya membebani, membuat langkah kaki terasa berat untuk maju. Kata-kata ini direkonstruksi dari nasehat guru besar, Imam Al Ghazali. Milah kini sudah jauh tertinggal dan terbenam di masa laluku. 

          “ sayur bayam 1 ikat lima ratusan, bumbu-bumbu dua ribu, tempe dan tahu dua ribu, ikan sepat 1 ons tiga ribu. Semuanya jadi lima ribu lima ratus Jah “ kataku yang sibuk menghitung harga belanjaan Ijah dan memasukannya ke dalam kantong plastik. “ ada yang mau di beli lagi Jah ? itu ada lalapan yang masih segar-segar. Bisa menambah kenikmatan temannya tempe, tahu. “ tawarku pada Ijah.  

          “ ndak aah Mas, sayur bayam juga sudah cukup sebagai pengganti lalapan. Ini uangnya. “ jawab Ijah memberikan selembaran uang lima ribu dan uang receh lima ratus rupiah. Setelah Aku menerimanya Ijah pun berlalu pulang ke rumahnya dengan plastik hitam yang di tentengnya.

          Warungku kini sepi kembali. Di sela-sela menungguku masih sering memikirkan tentang Milah. Dan hatiku seperti merasakan sakit seperti di masa lalu. Dua helai daun cengkeh berbarengan gugur jatuh menyentuh tanah. Suara canda tawa anak-anak kecil yang sedang bermain di lapangan depan warung membuat suasana menungguku terisi dengan tawaan, melihat anak-anak kecil yang lucu-lucu.

          Tahun demi tahun telah terlewati lagi. Dadang tak henti-hentinya terus menjodoh-jodohkanku dengan beberapa temannya. Aku ingat kita ketika umurku 29 tahun, Dadang mengenalkanku dengan seorang gadis yang umurnya 19 tahun. Aku mencoba berkenalan, jalan, teleponan dan lain-lain dengan gadis 19 tahun itu. Setelah hampir dua bulan kami kenal cukup dekat, ketika akan muncul tunas-tunas baru di hati, yah perasaan itu sudah terpangkas ketika mencoba muncul kepermukaan. Bagaimana tidak, baru saja akan muncul sudah tersakiti. Saat itu Aku melihat gadis 19 tahun itu sedang berpelukan mesra dengan pacarnya di taman yang biasa Aku kunjungi setiap minggunya. Hal ini juga yang membuat hatiku sakit lagi sekaligus jijik melihat gadis 19 tahun itu. 

          Seperti pohon yang sudah tua, daunnya akan mudah berguguran di terpa angin liar. 

          Di atas ranjang kamarku kini terbaring lemah tubuh yang sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Langit-langit kamar terlihat gelap, remang-remang mataku menatap. Di pinggir ranjang kiriku ada ibu yang mengucurkan lautan air matanya di sisiku. Tatapanya begitu lelah, paras wajahnya tak bersemangat. Ada apa dengan ibuku ? Bapak menatap datar dari arah pintu kamar, sesekali mengusap ujung kedua matanya. Ada apa bapak ? kenapa kalian menangis ? kenapa tubuhku pun lemas tak ada tenaga untuk menggerakannya ?. Ya Tuhan, sampai detik ini Aku masih mensyukuri atas takdir yang Engkau tuliskan untukku. Aku ingin meminta maaf pada ibuku, sebagai anak satu-satunya Aku tak bisa membahagiakannya, tak bisa memberikan cucu-cucu yang menggemaskan seperti yang diinginkan. Ibu apalah daya jika Tuhan menakdirkan Aku seperti ini, sungguh tidak ada yang salah mau pun tidak ada sia-sia. Aku yakin Dia sangat menyayangiku, mungkin Aku tak bisa bersanding dengan bidadari-bidadari dunia namun Dia akan mampertemukanku dengan bidadari-bidadari surga-Nya. Dan kabar baik itu pastilah benar ibu.
         
           
         
         

Kamis, 27 Juni 2013

*Kisah sepotong buah delima

Kalian mungkin pernah mendengar cerita ini: Seorang pemuda bernama Idris, sedang melewati sungai, dia melihat sebuah delima hanyut dibawa arus, muncul tenggelam, begitu menggoda. Tertariklah pemuda ini, dia ambil delima yang ranum tersebut dengan galah. Aduhai, baru dia makan separuh, Idris baru sadar, jangan2 delima ini ada yang punya.

Keren, kan? Nemu buah di sungai, dimakan separuh, pemuda ini segera sadar, buah ini jelas tidak otomatis halal baginya. Maka pemuda yang mendadak khawatir ini beranjak berhuluan, mencari pemilik buah tersebut. Dia akhirnya menemukan pohon delima yang berbuah lebat di pinggir sungai di sebuah kebun. Tidak keliru lagi, dari situlah muasal buah tersebut.

Singkat cerita, Idris menghadap pemilik pohon tersebut. Dia sungguh minta agar diihklaskan urusan buah delima itu. Tentu saja, pemilik pohon terpesona. Mau di jaman kapanpun, apa yang dilakukan Idris adalah hal menakjubkan. Pemuda asing ini datang, menjelaskan dengan lengkap maksud dan tujuannya, demi rasa tenang karena memakan sepotong buah yang tidak halal baginya. Alangkah jujur dan bersih pemuda ini. Maka demi menyadari hal tersebut, pemilik kebun yang juga saleh dan baik itu tiba-tibapunya rencana lain. Dia berseru, bersedia memaafkan urusan buah delima itu jika Idris mau menikah dengan anak gadisnya.

"Saya punya anak gadis yang buta, bisu, tuli, bahkan lumpuh jalannya. Jikalau ananda bersedia menikahinya, maka masalah delima ini aku ihklaskan."

Idris termangu. Itu jawaban yang mengejutkan. Kenalpun belum, tahu pun tidak, ternyata hukumannya seperti itu. Alangkah rumit sekali minta maaf. Hanya gara2 buah delima, sekarang dia harus menikahi seorang gadis yang buta, tuli, bisu bahkan lumpuh. Tidak bisakah dia membayar atas delima itu? Tapi pemilik kebun sudah memutuskan, Idris tidak punya pilihan. Setelah tertunduk sekian lama, Idris menyanggupi permintaan tersebut. Pemilik kebun berseru senang sekali. Bagaimana dia tidak senang, lagi2 pemuda di hadapannya lulus atas ujian tersebut.

Tentu saja anak gadisnya tidak seperti itu. Anak gadisnya cantik, berpendidikan, dan salehah. Anak gadisnya adalah salah-satu wanita baik di jaman itu. Karena kelak, sejarah akan mencatat, dari pasangan ini lahirlah seorang ulama besar yang ilmunya menerangi dunia, dialah Imam Syafi'i.

Saya akan tutup cerita ini dengan penjelasan pemilik kebun itu, ketika Idris termangu menatap calon istrinya yang ternyata cantik, "Bapak bilang dia buta, bisu, tuli bahkan lumpuh? Ternyata tidak sama sekali?" Maka pemilik kebun menjawab bijak: "Itu benar. Anakku memang buta, tapi buta untuk melihat kemaksiatan, anakku memang tuli, tapi tuli mendengar percakapan yang mengundang murka Allah, anakku memang bisu, tapi bisu untuk mengeluarkan kalimat makian, dan anakku memang lumpuh, tapi itu untuk mendatangi tempat2 maksiat. Karena itulah, tidak ada laki-laki yang pantas menjadi suaminya kecuali seorang pemuda seperti Anda."

Itulah kisah orang tua Imam Syafi'i. Cerita ini ditulis di mana-mana, saya hanya menulis ulang saja--jika kalian suka membaca buku2 agama. Sungguh, generasi yang baik selalu datang dari orang tua yang selalu memastikan rezeki keluarganya halal dan baik. Selalu gigit pemahaman tersebut.

#DTL

Senin, 24 Juni 2013

TIDAKKAH KITA JATUH CINTA??

Kita bisa jatuh hati pada orang yang terus-menerus memberikan kebaikan.

Sekeras apapun batu itu, tetap berlubang oleh tetes air terus-menerus. Padahal, apalah arti tetes air kecil dibanding batu. Kita bisa jatuh hati pada orang yang terus menerus peduli pada kita. Sesulit apapun meruntuhkan gunung perasaan, satu per satu dicungkil badannya, pasti akan rubuh pula gunungnya. Kita jatuh hati karena itu, bukan?

Lantas, apakah kita tidak jatuh hati pada yang maha pemberi kebaikan, duhai, setiap hari diberi oksigen untuk bernafas, air minum untuk melepas dahaga, kesehatan, dan tak terhitung nikmat lainnya. Lantas, apakah kita tidak jatuh hati pada yang maha terus-menerus peduli, aduhai, setiap hari kita dijaga dari marabahaya, dilapangkan jalan, dijauhkan dari penghalang, dan tak terhitung kepedulian lainnya, siang dan malam.

Tidakkah kita jatuh hati pada Rabb kita?


*Bang Tere lagi Nak. :D

Banyak Hantu-Hantu. .>.< Bekal untukmu Nak hehe. .:)

Terlalu banyak hantu2 di Indonesia, sehingga saat cerita2 hantu ini didengar, orang2 lupa untuk menggunakan akal sehatnya mentertawakan cerita2 tersebut.

Kenapa kalau orang mati penasaran nanti jadinya hantu gentayangan? Coba tanya sama ahli hantu2, pasti tidak tahu jawabannya. Terus kalau sudah nggak penasaran, jadi happy ending gitu? Bisa istirahat dengan tenang? Aduh, ini sih logika anak2 sekali.

Kenapa pocong itu harus dibelit sama kain lantas loncat2? Bodoh sekali kelakuan pocong ini, nggak ada keren2nya aksi seperti itu. Cari dikit napa aksi yang lebih heroik dan meyakinkan. Kenapa kuntilanak dan sundelbolong itu suka nyulik anak2? Apa nggak tahu dia kalau anak2 itu suka pipis sembarangan, suka pupuf sembarangan. Merepotkan saja. Kenapa tuyul mau saja disuruh maling uang? Aduh, tuyul ini benar2 hantu paling merugi. Sudah hantu, disuruh nyuri, mau pula. Minta tugas lebih kerenan dikit kenapa. Merendahkan martabat hantu saja. Juga genderuwo, wewe gombel, dan hantu modern macam suster ngesot, si manis jembatan ancol dsbgnya, dsbgnya. Banyak sekali pertanyaan kenapa yang lucu.

Kenapa nyi roro kidul menguasai laut selatan? Dia ini siapa sih? Juragan ikan? Kalau dia penguasa, kenapa harus minta2 sesajen? Bukankah penguasa lautan itu adalah: nenek moyangku orang pelaut. Kenapa orang2 sibuk harus mencuci keris pada tanggal tertentu, dikeramatkan? Kenapa gunung2 ada penunggunya? Kenapa hutan2 ada penjaganya?

Saya tidak menyangka, begitu banyaknya hal-hal seperti ini ada di sekitar kita. Sampai saya tidak tahu lagi, apakah manusia itu terlalu begitunya hingga mau begitu saja percaya, takut. Kita ini sebenarnya punya Tuhan nggak sih? Tanyakan ke orang2, apakah kalian punya Tuhan? Atau kasih saja mereka kabar tipu, eh tahu nggak agama kamu barusaja dijelek2an loh oleh orang lain, direndahkan, dihina. Serentak semua marah, disuruh perang pun mau. Tapi ampun deh, pulang ke rumah, mereka sendiri yang menghina agamanya dengan begitu banyak dusta terhadap keyakinan sendiri. Juga dalam kasus sebaliknya. Ada yang tidak mau mengakui agama, tidak percaya dengan Tuhan, atau menyepelekannya, tapi ternyata takut dengan cerita2 seperti ini. Lah? Dia tidak takut sama Tuhan, tapi takut sama hantu2an?

Saya akan membiarkan catatan ini terbuka tanpa kesimpulan berarti. Saya hanya akan menutupnya dengan: semua yang ada di dunia ini, adalah mahkluk. Maka sehebat apapun dia, tetaplah mahkluk. Hanya kepada yang menciptakannyalah semua ditambatkan. Rasa takut, rasa gentar, rasa khawatir, semua ditujukan kepada pencipta. Mari kita didik anak2 kita bersih dari hal2 ini. Hingga saat kelak mereka jadi remaja, saat teman2nya bercerita soal ini, jejeritan takut, dia hanya menatap teman2nya dengan heran sekali, "Terus gue harus bilang wow gitu?"

Jadikan pemahaman anak2 kita begitu kokoh. Tidak ada yang bisa menakutinya, kecuali takut atas murka Tuhan-nya.

*Dari Bang Tere ;)

Sabtu, 22 Juni 2013

STRANGE CREATURE_ DONGENGKU :D



“ Pada suatu hari hiduplah seorang nenek tua. Dia tinggal di sebuah hutan terlarang yang ada di Desa Kelud. Hutan itu sangat di takuti oleh penduduk desa, tak ada satu pun penduduk desa yang berani pergi kesana terkecuali nenek tua itu. konon hutan tersebut di huni oleh makhluk-makhluk aneh. Makhluk tersebut menggunakan jubah hitam, memiliki telinga yang panjang, hidung yang mancung, rambut yang gimbal, matanya merah dan memiliki kekuatan magic. Dahulu kala mereka suka menyerang penduduk desa, menyiksa mereka semua. Mereka mengambil anak kecil laki-laki setiap tahunnya. Hal itu berlangsung hingga 20 tahun lamanya. Penduduk desa pun tak bisa berbuat apa-apa, mereka pasrah jika nanti giliran anak laki-laki mereka yang akan di bawa makhluk aneh itu.

Setiap hari itu tiba. penduduk desa di sana selalu menyembunyikan anak laki-laki mereka. Dari yang masih bayi sampai yang umurnya 4-8 tahun.

 Makhluk itu datang tak hanya sendirian. Dia di temani teman-temannya yang memiliki ciri dan bentuk fisik yang sama. Mereka juga membawa hewan-hewan aneh, seperti kucing hitam bermata merah dan berbulu seperti harimau, ada anjing yang memiliki postur tubuh yang besar sebesar beruang, dan ada juga kambing hitam yang berjalan dengan kedua kakinya yang seperti manusia miliki dan postur tubuhnya pun setengah kambing setengah lagi manusia. Kambing itu memiliki 6 mata di kepalanya.
  
“ Kyyaaaaaa “ teriakan peduduk desa yang ketakutan hendak berlarian mencari tempat persembunyian.

“ Boijaa kya hujjo ijjame korusi, balajj mma daimjo kkapa “ salah satu dari mereka berbicara dengan temannya menggunakan bahasa yang penduduk desa tidak mengerti.

Kemudian temannya itu mengeluarkan sesuatu dari saku kirinya. Itu adalah sebuah cairan berwarna ungu yang ada di dalam botol. Entah itu cairan apa.

Saat itu hampir semua penduduk desa sudah bersembunyi di tempat persembunyian mereka. Makhluk itu menyebar ke seluruh penjuru desa dengan membawa cairan yang ada di dalam botol itu. Penduduk desa yang mengintip dari kejauhan merasa ketakutan, seluruh tubuhnya bergetar tak bisa ia gerakkan. Keringat dinginnya sudah mulai mengucur dengan deras. Salah satu makhluk itu sudah dekat dengan posisi Dia yang bersembunyi di bawah kolong sebuah jamban tempat pembuangan hajat.

Sisa beberapa langkah lagi makhluk itu tiba di tempat persembunyian salah satu dari penduduk desa itu. Terdengar suara keributan di tempat mereka tiba di Desa Kelud. Sontak semua makhluk yang sedang berjalan-jalan mencari tempat persembunyian itu berlarian ke arah suara teriakan tersebut. 

 Ternyata ada seorang ibu yang berani melawan makhluk-makhluk tersebut, Ibu itu marah dan memukul salah satu dari mereka menggunakan palu. Seketika makhluk tersebut meringis kesakitan, makhluk itu pun marah, menggerang kesakitan.

“ aaaarrrgggghhhh. Rrrrrrrrrrrr. Ono pionki kasipa caaaaa “  

Dia marah, mengeluarkan bahasa yang asing lagi. Dari mulutnya keluar air liur berwarna merah dan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Anak ibu tersebut sudah ada di tangan makhluk-makhluk itu. Makhluk itu mencengram mangsanya dengan sangat kuat.

“ ppasika pionki ajjap simaaro jja kinaa “ 

Seketika awan di desa itu berubah menjadi gelap. Semua penduduk desa pun berhambur berlarian, mencari tempat sembunyi. Seorang ibu yang tadi memukul makhluk tersebut di seret di bawah tanah. Lalu makhluk itu membantingnya ke sebuah wadah yang menyerupai mangkuk besar. Ibu tersebut menjerit, menahan rasa sakit ketika ia di banting begitu keras. Makhluk-makhluk itu bersorak kegirangan, seperti mendapatkan mangsa yang akan di siksa habis-habisan. 

“ Makhluk aneh, kembalikan anakku “ teriak ibu itu sambil menahan tangis dan menahan rasa takut kepada makhluk itu. Demi anaknya Dia rela tersiksa dan mencoba menekan semua ketakutannya.

“ ppashap jkyaaso muroon jja ine mukko. Ciiuuhh “ makhluk itu kesal dengan perlawanan ibu tersebut. Dia meludahi Ibu tersebut tepat kena mukanya yang pias. Ibu tersebut meringis, memasang wajah yang amat benci kepada makhluk-makhluk aneh itu. Terutama kepada makhluk yang telah meludahinya itu. 

Sebelumnya belum ada satu pun penduduk Desa Kelud yang berani melawan makhluk-makhluk itu. 

“ jaaaaaa. Biraasoi ijjap ssajaja iroo. Kukudda, ku, ku, jamshio hammppusstt caaaa “. Glegar, suara petir menyambar pohon pinus, lalu pohon itu terbakar. 

Penduduk desa semakin panik. Karena langit yang gelap tak bisa membuat mereka melihat dengan jelas, yang mereka lihat hanya kilatan petir yang menyambar pohon pinus itu. 

Kini langit mulai terang seperti semula. Makhluk-makhluk itu hilang sekika. Mereka hanya meninggalkan seorang wanita yang buruk rupa, hampir seluruh tubuhnya melepuh dan bernanah. Dan wanita itu ternyata seorang ibu yang tadi di masukan ke dalam mangkuk besar.  Ibu tersebut telah meninggal dunia. 

Penduduk desa sangat geram, sekaligus ketakutan dan mulai berputus asa. Saat mereka menguburkan jasad seorang ibu tersebut. Ada seorang anak muda yang tiba-tiba berteriak, dia berkata kalau Dia punya sebuah ide untuk melawan makhluk-makhluk tersebut. Penduduk desa pun berkumpul dan mendengarkan sebuah rencana yang di usulkan oleh pemuda tersebut. 

“ Bagaimana kalau kita tipu makhluk bedebah itu, kita dandani gadis kecil persis menyerupai anak laki-laki. Kita serahkan Dia pada mereka “ kata pemuda itu. 

Seluruh penduduk desa riuh saling berkata ini itu, seketika itu suasana penguburan pun ramai dengan suara-suara teriakan seluruh penduduk desa yang hadir dalam acara pemakaman. 

Ada yang setuju dengan rencana itu tapi juga ada yang menentangnya.
“ Itu tidak mungkin anak muda, makhluk itu sakti. Bisa saja mereka mengetahui dengan mudah anak kecil yang akan mereka bawa itu adalah seorang gadis kecil. “ jawab seorang pak tua yang tidak setuju dengan rencana pemuda itu. 

Seluruh penduduk desa kembali riuh dan mengangguk-anggukkan kepala mereka, menyetujui pendapat pak tua itu di banding dengan rencana pemuda itu.

“ mereka itu bodoh. Mereka tak akan tahu rencana kita. Aku yakin itu. jika rencanaku tidak berhasil, kalian boleh membunuh Aku atau Aku akan menyerahkan diriku sendiri pada mereka, dan nasibku akan sama dengan seorang ibu yang baru saja kalian kuburkan jasadnya. “ kata pemuda itu dengan penuh keberanian.

Beberapa menit kemudian penduduk desa mulai berunding mengenai rencana itu. Pada akhirnya mereka menyetujui rencana tersebut. Karena tak ada jalan lain selain dengan mencobanya dan menyerahkan seluruh rencana ini kepada pemuda itu. 

1 tahun berlalu.

Hari itu pun tiba. Saat para makhluk-makhluk itu kembali mengambil anak kecil laki-laki di Desa Kelud.

“ kyuujaa, shitarro jaimaan kyaaa ja, ja, ja, ja, ja, ja “ 

Semua makhluk itu bersorak-sorak gembira.

Tak mau berlama-lama, pemuda yang pemberani itu menghampiri salah satu makhluk itu dengan membawa anak kecil laki-laki yang makhluk itu inginkan. Makhluk itu pun tertawa, mengusap lembut kepala pemuda itu dengan tangannya yang memiliki kuku yang panjang-panjang dan berwarna hitam. Mungkin mereka senang dengan anak muda itu yang langsung mengerti apa mau mereka tanpa ada yang melawan lagi. Gadis kecil yang di ubah menyerupai anak laki-laki itu menahan tangis  ketakutan. 

Beberapa menit sebelum kedatangan makhluk-makhluk itu. Tanpa sepengetahuan orang lain, pemuda tersebut memberikan sebuah botol kecil yang berisi air suci yang sudah ia jampi-jampi. Dia sengaja menggunakan botol kecil agar tak mengundang rasa curiga makhluk itu. Air suci tersebut ia yakini akan membantu keberhasilan rencananya.

 Makhluk itu pun langsung membawa anak tersebut terbang kearah hutan yang menjadi hutan terlarang itu. Jubah hitamnya pun berkelebat di atas langit dan hilang dengan cepat.

Selang beberapa menit setelah kepergian makhluk-makhluk itu.

“ apa kau yakin nak, gadis itu akan selamat ? terus apa yang akan terjadi pada makhluk-makhluk itu, sekembalinya gadis kecil. Sebenarnya apa tujuan di balik rencanamu itu ? orang tua ini berharap kamu tidak membawa penduduk desa ini kedalam masalah yang lebih besar lagi “  seru pak tua kepada pemuda pemberani itu.

Pemuda itu hanya diam tak bersuara, membiarkan pertanyaan pak tua itu melayang di langit-langit tanpa sebuah jawaban. Dia tak bisa menjelaskan tujuan rencana itu. Dia pun masih merasa bingung dan ketakutan kalau-kalau rencananya itu gagal total dan apa yang di takutkan penduduk desa benar-benar terjadi. 

Dari kejauhan terlihat awan hitam telah berada di atas langit hutan terlarang. Awan itu seperti mengeluarkan amarahnya yang sangat besar. Awan hitam itu menyambarkan petir-petir yang sangat ganas memprorak porandakan hutan membuat keseluruhan pohon-pohon yang ada di hutan mengeluarkan api yang menyala-nyala, melahap apa saja yang ada di dekatnya. 

Itulah keajaiban dari sebuah air suci yang seorang pemuda itu jampi-jampikan. Dan sebuah tujuan dari rencana besarnya.

Gadis kecil yang di bawa oleh makhluk-makhluk aneh tersebut pulang dengan selamat bersama anak-anak lainnya yang 20 tahun telah di bawa oleh makhluk aneh.

Ternyata dalang dari semua ini adalah seorang nenek tua yang berani hidup di hutang terlarang. Dia bertapa di sana dan bersekongkol dengan makhluk-makhluk itu untuk menculik anak kecil laki-laki. Hal ini telah di sadari oleh pemuda yang pemberani itu.

Kini hutang terlarang telah menjadi hamparan abu hitam. Nenek tua dengan makhluk-makhluk itu telah menjadi abu, di taklukan oleh petir dan api yang menyala-nyala. TAMAT.


Author : Elih Marliah Al-Islamadina



PENGKHIATAN CINTA PERTAMAKU_CERPENKU



Hujan yang turun sore ini pun akhirnya membawa hatiku pada ketenangan. Saat kejadian itu nyaris saja Aku tak bisa lagi merasakan ketenangan seutuhnya dalam diriku, hatiku hancur, hampir-hampir Aku tak bisa menahan emosi yang ada pada diriku. Ingin rasanya menyiksa diri ini, agar ikut merasakan sakit bersama kesakitan hatiku ini. Tetapi Alhamdulillah Allah begitu menyayangiku, Dia melindungiku dari kesesatan itu. Diri ini masih mampu menghandel kemarahan yang ada dihatiku.

Pengkhianatan itu tak bisa membuatku berfikir jernih. Luka dihatiku seperti membuka luka yang lebar, kekecewaan akan pengkhianatan oleh orang yang selama ini Aku cintai, mencampakan cintaku begitu saja.

Aku seorang laki-laki tak ingin terlalu berlarut-larut dalam kepedihan ini. Cukup Aku yang kehilangan orang yang tak pernah mencintaiku dan Dia kehilangan orang yang sangat mencintainya.

Malam ini Aku lebih mencoba mendekati Tuhanku, merenungkan apa yang terjadi pada diriku, pengkhianatan cinta pertamaku. Aku salah mengenalnya dan Aku salah telah mencintainya. Sesak sekali dada ini, ku harap Tuhan mempercepat proses penyembuhan hatiku. Hidupku seolah hampa, Aku datang pada Allah saat Aku merasa sakit dan kehampaan dalam diri ini, sungguh Aku ingin meminta maaf pada-Nya.

“ Engkau yang mampu menenangkan hatiku dalam luka, Engkau yang Maha cinta. Sesungguhnya hanya Engkau yang mampu menumbuhkan rasa cinta dihati ini untuknya, maka Aku mohon Ya Rabb Aku ingin Engkau menghilangkan rasa cinta ini karena ia mampu membunuhku dalam luka “ lirihku dalam munajatku pada-Nya, sungguh Aku sangat dibutakan oleh rasa cinta itu, sampai-sampai Aku menjauh dari Rabbku.

Satu tahun yang lalu Aku menjalin hubungan dengan teman sekelasku namanya Salwa Salsabila. Dia gadis yang cantik, pintar dan supel. Tak heran jika banyak yang suka dengannya. Dari mulai kakak kelas sampai adik kelasnya, dan termasuk Aku teman sekelasnya. Sebenarnya di kelas saja sudah ada 5 orang yang suka dengan Salwa dan berharap bisa jadi pacarnya diantaranya ada Aku, Dimas, Bambang, Yusuf dan Adnan. Kami berlima bersaing dengan cara sehat untuk mendapatkan Salwa.

Dengan segala usaha yang sudah Aku lakukan dari mulai sering-sering mengirim surat cinta pada Salwa, ikut masuk kegiatan Exschool yang sama dengan Salwa dan segudang cara yang telah Aku lakukan untuk menaklukan hati Salwa akhirnya membuahkan hasil. Ketika kami berdua pulang menonton di sebuah bioskop, hujan turun sangat deras membasahi jalanan kota. Suasana seperti itu yang Aku gunakan untuk mengungkapkan segala perasaanku padanya. 

Kami berdua berteduh di sebuah bengkel yang ada di pinggir jalan. Menunggu mobil yang akan melintas kearah kami pulang. Salwa sedang sibuk mengetik tombol-tombol handphone. Tanganku melindungi handphonenya, menutupi sebagian sisi handphone agar tidak terkena percikan-percikan air hujan yang terbawa angin. Sontak Salwa menatapku, pandangan kami bertemu. Saat itulah dimana suasana hujan yang deras seketika berubah menjadi musim semi yang indah diiringi daun-daun yang berguguran dari tangkainya. Diri ini seperti di bawa terbang ke langit yang tinggi bersama seorang bidadari cantik dan jelita, anganku melukiskan bidadari itu adalah Salwa. 

Setelah kejadian di bengkel pinggir jalan itu, Aku Fajar Hermawan resmi menjadi pacarnya. Anak-anak yang lain tak pernah menyangka kalau kami bisa jadian. Salwa yang cantik, pintar dan bla. .bla. .bla. . bisa jadian dengan Fajar yang jelas-jelas jauh dari kriteria cocok untuk menjadi pendamping Salwa. Aku tak pernah menghiraukan hal-hal seperti itu yang Aku tahu cinta tak memandang apa dan siapa. Ini soal hati yang merasakan. Dan tak terasa 6 bulan sudah Aku menjalin hubungan dengan Salwa yang berjalan baik-baik saja. Lurus tanpa berkelok.

Suasana kelas. Saat istirahat.

“ sayang kenapa diam terus ? kita ke kantin yuk ? “ kataku mengajak Salwa yang sedari tadi terlihat diam tak seceria hari-hari sebelumnya. Jemari tanganku lembut memegang tangan Salwa, mengelus-elusnya.

“ Aku lagi gak laper sayang, kamu juga kenapa gak ke kantin. Biasanya paling semangat pergi ke kantin pas jam istirahat tiba. “ Jawab Salwa, ragu-ragu mengembangkan senyumnya padaku.

Saat itu Aku melihat ada yang aneh dengan sikapnya yang tiba-tiba diam dan tersenyum ragu padaku. Aku enggan bertanya banyak hal padanya. Takut-takut menyinggung perasaannya. Beberapa menit setelah Aku membujuknya untuk pergi ke kantin bersama, Salwa akhirnya menerima ajakkanku. Suasana kantin masih ramai di penuhi anak-anak yang sedang makan, ada juga yang hanya sekedar asik nongkrong-nongkrong saja. Membuat ibu kantin merasa risih dengan mereka yang menghalang-halangi murid lain yang akan masuk ke dalam kantin.

“ eh Sayang kenapa kamu ke kantin sama Cunguk ini “ Bambang teman sekelasku menghadang kami yang akan masuk ke salah satu kantin. Apa kata Bambang barusan, Dia memanggil Salwa Sayang ? apa Aku tak salah dengar. Batinku bertanya. 

Salwa panik, mimik mukanya berubah, kelihatan bingung. Melirik-lirik ke arah sudut kantin, banyak anak-anak murid lainnya menatap kami yang diam terpaku tiba-tiba di hadang oleh Bambang.

“ apa maksudmu manggil Dia sayang ? “ suaraku meninggi. Aku yang menjawab pertanyaannya, menujuk Salwa yang masih diam menunduk. Aku tak peduli dengan Bambang yang memanggilku seorang Cunguk.

“ hahaha kau tak tahu kalau Aku adalah pacarnya hah ? “ suara Bambang tak kalah tinggi. Air ludahnya muncrat hampir mengenai wajahku.

Otakku sudah naik pitam. Hatiku seperti di tusuk-tusuk seribu pedang yang mengobrak-abrik perasaanku. Tanganku mengepal, nafasku berdengus kasar. Aku sudah melayangkan satu pukulan mengenai wajah Bambang. Tubuhnya langsung tersungkur ke sisi tembok kantin, Dia meringis kesakitan. Salwa mengigit bibir, tubuhnya bergetar ketakutan. Anak-anak langsung berkumpul mendekati kami bertiga, salah seorang murid membantu Bambang berdiri. Perkelahian itu terus berlanjut, Bambang sudah menikam lenganku dengan cengkramannya yang kuat. Lenganku yang satu lagi di cekikannya membelit leherku. Nafasku tersedak. Bulir-bulir keringat mengucur deras di wajahku. Bambang membenturkan kepalaku ke tiang penyangga kantin, menimbulkan getaran yang memantul. Pelipisku berdarah.

Satu tahun berlalu. Perkelahian itu telah menjadi masa lalu yang menyakitkan. Bukan karena pelipisku yang berdarah melainkan Aku harus menahan rasa sakit yang amat dalam oleh pengkhianatan kekasihku sendiri. Orang yang begitu Aku sayang. Entah sejak kapan Salwa menjalin hubungan dengan Bambang, berani bermain api denganku. Aku memutuskan untuk tidak tahu lebih dalam penjelasannya. Sudah jelas cinta pertamaku itu telah berkhianat. Kini kenangan itu sudah Aku kubur bersama masa-masa indah saat merasakan cinta yang salah. 

Setidaknya kejadian itu telah membuka pintu hatiku yang baru. Aku harus terus menikam perasaanku pada Salwa. Memangkasnya hingga habis tak tersisa. Rasa sesak itu sudah Aku pupuk dengan cinta dan sepotong hatiku yang baru. Cinta yang tak pernah keliru. Kata-kata itu benar “Tak Peduli seberapa membahagiakan atau menyedihkan, hidup harus terus berlanjut. Waktulah yang selalu menepati janji dan berbaik hati mengobati segalanya.”


Author                 : Elih Marliah Al-Islamadina