Hujan

Hujan
Sang Pengagum Hujan

Minggu, 01 September 2013

MISTERI ARSIP UNIWR DAN DETEKTIF DONKEY



1 tahun yang lalu. Keluarga besar Sir Arokh yang mahsyur di kampungnya mengalami musibah. Rumahnnya yang paling mewah di seluruh kampung itu telah di bobol sekomplotan pencuri. Penjagaan pintu gerbangnya telah dijebol, dan sekomplotan pencuri itu menindas mang Jeje, seorang satpam di rumah itu. Beruntung mang Jeje hanya pingsan saja, dengan terlihat bekas luka pukulan yang membiru di pipi sebelah kirinya. Kejadian berlangsung pada pukul 02.00 malam. Semilir angin dingin berhembus kencang, mengoyangkan gorden jendela rumah Sir Arokh yang berhasil dibuka dengan cara mencongkel celah jendela dari arah luar. Suara pukulan besi terdengar nyaring membentur kusen jendela menimbulkan getaran yang amat kencang di kaca dan memantulan suara di dinding ruang tamu. Mendengar suara aneh itu, Sir dan istrinya Aini terbangun dari tidurnya. 

            “Ayah, ayah dengar suara itu ?”. Aini bangun dan duduk disisi ranjangnya, sadar kalau suaminya pun ikut terbangun mendengar suara aneh itu.

            Sedetik kemudian Sir juga terbangun dan duduk diatas ranjang, lalu ia memegang tangan Aini yang ketakutan. Mukanya sudah nampak pias. Sir mencoba menenangkan istrinya dan berkata dengan lembut.

            “Iya sayang, ayah juga dengar. Kamu jangan takut ya, ada ayah disini. Biar ayah yang mengecek lantai bawah, memastikan suara apa yang mengganggu istirahat kita.” Jawab Sir yang memegang erat tangan Aini, dan menatap istrinya itu dengan penuh cinta. Pandangan mereka bertemu.

            Sir pamit pergi ke lantai bawah. Tapi sebelumnya  dia berpose memoyongkan bibirnya dulu, hendak mencium kening Aini dengan mesra dan memberikan kehangatan. 

            “Kyyyyyyyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa…………………………………….”. Suara jeritan mbo Sum dari lantai bawah menggagalkan adegan ciuman termesra antara suami istri itu. Mata Aini melotot, kaget mendengar teriakan mbo Sum, kaki dan tangannya bergetar hebat. Aini melirik kesekeliling ruangan, membuang pandangannya kesegala penjuru kamarnya. Dia juga ingin ikut mengecek apa yang sedang terjadi di lantai bawah.  Namun Sir menyuruh Aini untuk berlindung di kamar anaknya, Genta yang kamarnya sama ada di lantai 2, tepatnya disebelah kanan kamar Sir dan Aini. Dengan langkah gontai, derap kaki yang bergetar ketakutan, Aini  memasuki kamar Genta, anak satu-satunya yang masih berumur 10 tahun. 

            Sementara itu Sir mengendap-ngendap menuruni satu persatu anak tangga, langkah kakinya berjalan perlahan tak menimbulkan suara sedikit pun. Perlahan-lahan kakinya berjinjit dan sesekali menempelkan tubuhnya ke dinding ala spiderman atau lebih mirip dengan seekor cicak yang sering terlihat menempel di dinding rumahnya. 

            Suara hantaman itu semakin terdengar jelas dan keras, memacu detak jatung Sir dengan kencang dan amat menggebu-gebu. Sambil berjalan, Sir menyalakan lampu-lampu lantai bawah yang dimatikan oleh mbo Sum sebelum ia tidur. Untuk berjaga-jaga, Sir mengambil payung besar yang terlipat di pojokan ketika ia  sedang menekan saklar lampu. Baru saja Sir menoleh kebelakang dan akan meneruskan langkahnya, tiba-tiba dari arah belakang sebuah pistol sudah teracung di depan mukanya, dan diarahkan pada pelipis sebelah kanannya. Moncong pistol itu menekannya, terasa dingin dikulit bagian pelipis. Kejadian itu membekukan Sir. Tubuhnya seketika kaku tak bisa digerakkan, matanya mengerjap-ngerjap penuh tanda tanya, suara dengusan nafasnya terdengar kasar dan memanas. Dua orang yang dihadapannya mengenakan  penutup wajah tengah mengepungnya, salah satu dari mereka  mencengram sadis tangan mbo Sum yang tidak bisa diam, terus berontak minta di lepaskan dari tali yang mengikat kedua tangannya yang menyilang ke belakang punggungya dan kedua kakinya yang di ikat erat dibagian mata kakinya. 

            “Ada apa ini ? dan si. .siapa kalian ?.” Tanya Sir dengan nada suara yang bergetar, ketakutan.

            “Selamat malam Tuan Sir Arokh, maaf kedatangan kami mengganggu istirahat anda bhahahahaha.” Salah satu dari mereka menjawab pertanyaan Sir dengan nada sopan dan jelas sekali itu bukan sebuah penghormatan kepada Sir, melainkan sebuah ledekan yang di lontarkan secara spontan. “Kau tak usah lah tahu siapa kami. Kedatangan kami kesini bukan untuk mencuri, melainkan ingin meminjam sebuah arsip yang sudah kau simpan 3 tahun lamanya. Niatan kami ingin mewujudkan sebuah semua rencana yang tertulis didalam arsip itu. Dari pada arsip itu berjamur dipenggang olehmu, lebih baik serahkan saja arsip itu padaku agar impian kau 10 tahun yang lalu itu terwujud, membangun sebuah Universitas yang megah. Perlu digaris bawahi, aku hanya meminjam, bukan mencuri.” Dia meneruskan kalimatnya yang lebih membuat wajah Sir sontak berubah menjadi merah dan sangat garang, dari hidungnya mendengus nafas yang panas. 
            “Dari mana kau tahu aku memiliki impian itu, hah ? arsip itu amat penting untukku, takkan aku biarkan orang bedebah seperti kau menyentuh benda paling berharga yang kumiliki. Dasar kau bedebah.”  Sir mencoba melawan dengan menangkis pistol yang sejak 5 menit yang lalu menempel di pelipisnya. Tangan Sir memburu dua orang itu, melayangkan tinjuan mautnya dan mengenai seorang pencuri yang memegang pistol. Emosi Sir tak terkendali, ia terus menghantamkan beberapa pukulan yang membuat pencuri itu tersungkur ke atas lantai marmernya. Dari mulut pencuri itu menetes darah segar, mata keduanya memerah karena bara api emosinya telah memuncak hingga kepala dan terpancar dari matanya yang merah, emosi, ganas dan amat tajam memburu. 
            Sir seolah terlupakan dengan satu pencuri lagi yang sedari tadi menyandera mbo Sum.
            “Kau jangan macam-macam Sir, segera serahkan arsip itu atau aku pecahkan kepala babumu ini hingga semua isi otaknya berhamburan.” Pencuri kedua yang menyandera mbo Sum mengancam, satu buah pistol sudah dia letakan di kepala mbo Sum. 
            “eeeemmmmmmmmmm..” Suara teriakan mbo Sum terdengar amat tertahan, dengan tempelan slotip yang menutupi kedua bibirnya. 
            “Diam kau babu.” Gertak pencuri itu. Moncong pistol yang dia pegang menekan kepala mbo Sum dengan keras.
            Sir tak bisa berbuat apa-apa. Tangannya sudah lemas, memukul pencuri sebelumnya. Tak mungkin bisa melawan lagi. 
            “Sudahlah serahkan saja arsip itu, CEPAAT. Beritahu kami, dimana kau menyimpannya ?.“ Pencuri yang tadi tersungkur dilantai, tertatih bangkit dan sergap mengarahkan moncong pistol kearah kepalanya lagi. Membentak Sir dengan suara yang kencang, menggetarkan dinding-dinding ruangan. Air ludahnya pun ikut muncrat mengenai wajah Sir. 
            Sir menggerang, matanya menatap tajam, ia menahan sedikit emosinya dengan mengatur nafasnya yang tersengal-sengal, kehabisan energi. 
            “Cepat katakan. .! dimana ? kesabaranku sudah habis Sir, jangan menyesal jika pistol ini memuntahkan pelurunya tepat mengenai kepalamu dan kepala babumu ini.” 
            “Jangaaan, jangan lakukan itu. Ku mohon. Ini arsip yang kalian cari.” Dengan suara yang tertahan Aini berani berteriak di lantai dua, melawan semua rasa takutnya. Genta pun ikut keluar dengan mata yang berlinangan airmata, ia memegang ujung baju piama ibunya dan berlindung di berlindung dibalik tubuh ibunya. Dari sorotan matanya terlihat sekali ketakutan Genta.
            “Sayaaangg. . ?” Sir, melongo tak percaya kalau Aini akan semudah itu mengeluarkan arsip paling penting itu. Sontak semua orang yang ada di lantai satu menongakkan kepala mereka, mata mereka memburu suara Aini.   
            “Ya. Ya. Ini yang saya suka hahahahaha. Tak  perlu buang-buang waktu, tak perlu bermain-main dulu seperti suamimu ini. Terima kasih Miss Aini yang cantik sudah mempercepat proses ini. Kami hanya meminjam arsip suamimu ini, suatu hari nanti pasti akan kami kembalikan. Ayo sini turun sayang. Bhahahaha. Cepaat atau aku hancurkan kepala suamimu ini.” Ancaman pencuri itu semakin menjadi. 
            Aini dan Genta segera menuruni anak tangga. Sementara itu Sir hanya bisa memberikan kode dari tatapan matanya kepada Aini. “ Sayang, Ayah mohon jangan serahkan arsip itu. Biarkan saja Ayah mati, kamu lari saja dengan Genta. Ayah mohon sayang.” Tatapan Sir berbicara.
            Namun Aini tak menghiraukan tatapan mata Sir yang berbicara. Aini tahu apa yang hendak suaminya bicarakan itu. Tapi batin Aini terus mendorong ia agar segera menyerahkan arsip itu. Aini tak mau kehilangan Sir, sungguh Aini tak akan siap untuk kehilangan suami tercintanya.  Aini hanya bisa bicara lewat tatapan matanya pada Sir, “ Maaf Ayah, terpaksa aku serahkan arsip ini. Aku sangat menyayangi Ayah.” Seketika itu, kedua mata Aini mengeluarkan dua tetes airmata yang hangat mengalir lembut di kedua pipinya yang halus.
            Sampailah Aini dan Genta di lantai bawah. Salah satu pencuri itu tak basa-basi langsung merampas arsip itu dari tangan Aini. Pencuri itu dengan amat teliti memeriksa arsip itu terlebih dahulu, takut arsip itu arsip palsu.
            “Ok Miss Aini. Sekali lagi terimakasih atas bantuannya.” Pencuri itu menyentuh dagu Aini dengan lembut.
            “Jangan sentuh istriku, bajingan. Cuuiihh.” Teriak Sir, ia meludahi pencuri itu tepat mengenai mukanya. 
            “Sialan kau. Bruuuugggg.” Satu pukulan tinju dilayangkan pada pipi Sir. 
            “Sudahlah kita pergi saja bung. Yang kita cari sudah ada digenggaman kita.” Jawab salah satu pencuri.
            Kedua pencuri itu kemudian memutuskan untuk pergi. Dia membanting tubuh mbo Sum keatas lantai. Aini langsung memeluk mbo Sum yang sudah ia anggap sebagai ibunya sendiri. Sir hanya diam, mematung melihat arsip terpentingnya itu dibawa pencuri itu dengan mudah. Padahal berpuluh-puluh tahun Sir merancang arsip itu dengan penuh rancangan dan proposal yang rumit. 
            Tak terasa. Fajar pun sudah menyapa hangat seluruh penghuni rumah mewah kediaman Sir Arokh dan Aini. Cahaya matahari mengintip melalui celah-celah dedaunan yang ada dihalaman rumahnya. Di depan rumah Sir sudah dipenuhi beberapa polisi yang akan menyelidiki kejadian semalam. Sir bersedia menceritakan seluruh kronologi yang menimpa keluarganya. 
            “Baiklah kalau begitu Tuan Sir Arokh. Informasi yang anda jelaskan sudah cukup. Biarkan tim kami yang mengurus semuanya. Dan laporkan segera jika ada sesuatu yang mencurigakan.” Kata jendral kepolisian.
            “Baik Jendral. Saya mohon bantuan anda dan segenap petugas kepolisian untuk membawa kembali arsip itu dan menyeret dua pencuri itu kejeruji besi.” Jawab Sir dengan penuh harap.
            1 minggu berlalu setelah kejadian pencurian arsip. Tak ada kabar baik pun yang disampaikan oleh pihak kepolisian. Sepertinya mereka kesulitan mencari pelaku. Namun Sir tetap tidak berputus asa untuk mencarinya. Ia pergi kebeberapa rekannya yang sekiranya bisa membantu. Dan ketika itu salah seorang temannya menyarankan agar Sir menggunakan seorang detektif untuk menyelesaikan masalah ini. Detektif itu adalah detektif Donkey seorang mantan polisi yang memilih mengundurkan diri dari jabatannya itu. Dia ingin memilih hidup dengan kesederhanaan dan menjunjung tinggi nilai kejujuran. Ada alasan tersendiri kenapa detektif Donkey mengundurkan diri dan memilih menjadi seorang detektif. Teman Sir memberikan sebuah kartu nama yang bertuliskan nama Mr. Donkey, alamat dan nomor telepon yang bisa ia hubungi.
            “hallo, detektif Donkey disini. Ada yang bisa saya bantu.” Tanyanya disebuah pembicaraan ditelepon. 2 hari setelah Sir mendapatkan kartu nama, Sir baru memutuskan untuk menghubungi detektif Donkey.
            “Saya Sir Arokh temannya Rudi.” Jawab Sir.
            “Rudi ? oh ya, saya ingat sehari yang lalu dia datang ke kediamanku. Dia menceritakan kalau temannya butuh bantuan saya. Bukan begitu Tuan Sir ?.”
            “Ya, bisakah besok detektif berkunjung ke rumah saya ?.” Tanya Sir.
            “Ok. Dimana alamat rumahmu.?” 
            Sir memberi tahu alamat rumahnya kepada detektif dan berharap detektif bisa memecahkan masalahnya.
            Keesokan harinya, detektif Donkey benar berkunjung ke rumah Sir. Dia melihat-lihat keseliling rumah Sir yang sangat megah diantara rumah-rumah kecil yang sederet dengan rumahnya.
            Sir menjelaskan masalah yang dia alami kepada detektif. Detektif Donkey hanya menjadi pendengar yang baik atas cerita tentang pencurian arsip itu. Sesekali dia menggangguk-anggukan kepalanya sambil mengunyah beberapa hidangan yang disuguhkan oleh Aini.
            “oh jadi begitu. Tuan Sir, memang arsip itu tentang apa ? dan siapa saja orang yang tahu kalau kau memiliki arsip itu.” Tanya detektif Donkey setelah terdiam beberapa menit mendengarkan penjelasan dari Sir Arokh. 
            “Begini, arsip itu tentang impian terbesarku dimasa lalu yang sudah beberapa tahun aku kerjakan dengan penuh semangat dan keyakinan bahwa impian itu akan terwujud. Arsip itu berisi tentang rencana pembangunan sebuah Universitas di kampung yang masih asri ini dan memang sudah banyak orang yang mengetahui rencanaku itu. Tapi sama sekali aku tidak berfikir akan ada kejadian seperti ini, merampas semua impianku yang sudah susah payah aku berjinjit untuk meraihnya.” Jawab Sir, menjelaskan.
            “Aduh Tuan, kalau begitu kau sama seperti memberi tahu seekor kucing tempat dimana ikan-ikan segar yang disembunyikan.” Jawab detektif dengan expresi menepuk jidatnya.
            Tak lama setelah percakapan itu. Detektif Donkey menjelajahi lantai bawah, mencari-cari jejak yang sudah 1 minggu lebih pencuri itu tinggalkan. Ia tahu ini akan amat sulit untuknya, karena sidik jari yang menempel di jendela dan barang-barang lainnya sudah terhapus, dibersihkan oleh mbo Sum setiap harinya. Ini sebuah kasus yang akan memakan banyak waktu untuknya. 
            Detektif Donkey memulai aksinya, dia bertanya-tanya tentang kejadian itu kepada semua penghuni rumah, Mang Jeje, Mbo Sum, Aini dan Genta.
            Mang Jeje menjelaskan, “Saat itu mamang sedang terlelap di pos, tempat biasa mamang bertugas. Tiba-tiba terdengar suara derap kaki, seperti sedang tergesa-gesa. Saat mamang terbangun dan akan mengecek gerbang, dua orang dengan wajah tertutup sudah sigap membekap mamang hingga pingsan. Setelah itu mamang tidak tahu apa yang terjadi di dalam. Begitu pak detektif.” 
            Dilanjut dengan penjelasan dari Mbo Sum, “Kalau Mbo mendengar suara hantaman benda keras. Karena Mbo belum terlelap setelah menyelesaikan shalat malam, akhirnya Mbo menutuskan untuk keluar kamar karena kamar mbo ada dilantai 1 dekat dengan pintu masuk rumah ini. Saat mbo keluar dari kamar dan mengendap-ngendap di ruangan yang gelap, mata mbo langsung kaget melihat ada dua orang yang masuk lewat jendela yang sudah terbuka. Itu alasannya kenapa mbo berteriak. Dan saat itu juga mereka mengikat mbo dan menutup mulut mbo dengan slotip. Memang kurang hajar para pencuri itu, memperlakukan orang tua ini dengan kasar.” 
            Sedangkan penjelasan Aini sama persis dengan yang diceritakan oleh Sir Arokh Karena Alibi mereka sama.
            Penjelasan dari Genta, “Aku tidak tahu banyak hal Om detektif. Seingatku waktu itu Ibu mengetuk pintu kamarku yang selalu aku kunci Om. Ibu berbisik dari balik pintu, berbisik apa ya bu ? aku lupa. Hehe. “ Genta menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, tersenyum manis pada Aini.  “Nak buka, bangun sayang, buka pintunya biarkan ibu masuk.” Jelas Aini mengingatkan. “Iya begitu Om, abis itu aku lama banget diam di kamarku dengan Ibu. Aku Cuma dengar suara ribut-ribut di lantai bawah. Saat aku bertanya pada Ibu apa yang sedang terjadi, Ibu malah diam Om tidak memberitahuku. Lalu ibu mengajak ngintip dari balik pintu kamarku yang dibuka secara perlahan. Aku lihat Ayah sedang dengan seseorang, Ibu langsung lari kekamarnya dengan menggandeng tanganku, kemudian mengobrak-abrik seluruh isi lemari. Aku tidak tahu apa yang sedang dicari Ibuku. Aku hanya membuntutinya dari belakang, mencari perlindungan.”
            “Anak pintar.” Kata detektif Donkey, sembari mengusap kepala Genta.
            Sehari setelah mengintrogasi seluruh penghuni rumah. Detektif Donkey meminta Sir untuk mengumpulkan beberapa teman kantornya untuk datang kesini guna untuk penyelidikan. Banyak rekan Sir tidak terima kalau mereka harus diintrogasi. 
            Suasana ruang tamu rumah Sir.
            “Kau menuduh aku yang melakukannya Sir ? ya Tuhan.” Tanya Egdar, rekan bisnis Sir. Dia memiliki alibi yang tidak kuat. Saat kejadiaan dia sedang kerja shif di kantor. Ada beribu kemungkinan Edgar yang melakukannya. Kejadian perkara tepat jam 02.00, jarak kantor dari rumah Sir bisa ditempuh dalam waktu 15 menit, untuk melakukan perjalanan bolak-balik. Edgar membutuhkan waktu 30 menit. Sedangkan waktu kejadian berlangsung hampir 30 menit lebih. Jika ada kebijakan dari kantor untuk memberi izin keluar, paling cepat 15 menit dan paling lama 30 menit, tergantung tempat yang dituju.
            “Kalian bisa tanyakan istriku, dimana aku saat kejadian. Dia pasti jawab aku ada disisinya ketika ia terlelap. Omong kosong jika kalian menuduhku sebagai pelakunya.” Terang Adam pada Sir dan detektif Donkey. Dia memang memilki alibi yang kuat, tapi detektif tetap terus menahannya di rumah Sir.
            Satu lagi orang yang mencurigakan yang diintrogasi oleh detektif yaitu asisten Sir.
            “Saya sangat menghormati Tuan Sir Arokh. Tidak pernah ada fikiran untuk mencuri ide Sir yang luar biasa itu. Bertahun-tahun saya bekerja dengan Sir, saya tetap akan menjadikan diri saya sebagai asisten terbaik yang pernah mendampingi Sir Arokh.” Jelas Erika, salah satu rekan perempuan yang dicurigai. Sir juga sebenarnya ragu, mendatangkan Erika untuk diintrogasi. Mau tidak mau Sir harus lakukan, karena dari ketiga orang itu yang paling banyak tahu tentang impian membangun sebuah Universitas.
            1 jam berlalu detektif Donkey belum juga memutuskan apa-apa. Dia sedang berfikir sambil mengusap dagu dan hidungnya. Bahkan sesekali mengelus-ngelus kepalanya, sebuah tanda kalau dia sedang bingung dan berfikir. Namun tiba-tiba pandangan detektif melihat ada sesuatu yang janggal diantara ketiga orang itu. Detektif melihat benda yang menjadi kunci jawaban dari kasus ini. Ya, detektif Donkey sangat yakin akan hal itu. Semangatnya pun mulai kembali, rasa percaya dirinya juga ikut bangkit. Detektif hanya tinggal menyusun semua datanya yang ia olah dan disimpan difikirannya saja, dan hanya dia yang tahu. Detektif Donkey mencari cara untuk memojokan orang itu. Satu lambang yang dipakai oleh pelaku, yang tidak dia sadari akan dengan mudah menjatuhkannya. 
            Setelah detektif Donkey benar-benar yakin akan prediksinya, dia segera meminta Sir Arokh untuk mengumpulkan orang-orang diruang tamunya lagi. 
            “Mari kita akhiri kasus ini bersama-sama. Huuffhhh kasus ini sudah lumayan melelahkanku, dikarenakan kasus ini sudah cukup lama dibiarkan, lebih tepatnya membiarkan semua jejak-jejak sang pelaku terhapus dan apa kalian tahu hal itu yang membuat permasalahan ini menjadi rumit dan sulit untuk aku ungkapan hahaha. . Tapi tenang selama masih ada detektif Donkey semua kasus pasti terpecahkan, sekali pun kasus itu bisa membuat rambutku berguguran hanya sedekar memikirkannya. Ok. Ok saya tidak akan membuka sesi ini dengan banyak penjelasan yang sangat panjang. Perlu kalian tahu, pelakunya ada disini. Diantara ketiga orang ini.” Jari telunjuk detektif mengarah kepada Edgar, Adam dan Erika. 
            “Itu tidak mungkin, aku tidak percaya kalau salah seorang dari kami adalah pelakunya. Tidak mungkin. Anda sungguh keliru detektif. Coba jelaskan secara rinci jika memang diantara kami ada yang jadi pelakunya. Jelaskan.” Edgar lagi-lagi mentang detektif Donkey. Dari sorotan matanya terlihat seperti tidak suka dengan detektif.
            “Ini ada hubungannya dengan elemen Yin dan Yang. Kedua elemen yang sering digunakan untuk membedakan kedua anak kembar. Bukankah begitu Adam Santosa sang pelaku ? dengan melibatkan seorang adik kembarnya yang bernama Arial Santosa.”
            Seketika ada satu bulir keringat mengalir dari keningnya. Dia amat gugup dan terlihat amat ketakutan. 
            “Bagaimana kau tahu kalau aku memiliki saudara kembar, hah ?.” bentak Adam yang tidak terima. 
            “Info kau memiliki saudara kembar itu mudah diselidiki oleh saya detektif Donkey. Kau tak bisa mengeles lagi.” Jawab detektif.
            Adam santosa adalah temannya Sir dari Sekolah Menengah Atas hingga sekarang. Adamlah orang yang paling dekat dengan Sir ketika itu. Sir sering menceritakan mimpi besarnya ingin membangun sebuah universitas yang dia namakan dengan University Of Indonesian Writer. Alasan mengapa Sir ingin mendirikan sekolah tersebut, karena Sir selalu membangga-banggakan dirinya sebagai seorang penulis yang kelak akan memiliki karya yang best seller. Impiannya itu selalu ia bawa kemana-mana, menceritakannya kebanyak orang betapa hebat impiannya itu. Hingga sekarang, banyak orang tahu kalau impian Sir itu tinggal beberapa langkah lagi akan terwujud, karena dia juga sudah berhasil memiliki beberapa karyanya yang best seller bahkan karyanya diterjemahkan kedalam 3 bahasa diantaranya, Inggris, Arab, dan jepang. Betapa banyak orang yang mengagung-agungkan namanya, tetapi dengan segala kesuksesannya Sir tetap memilih hidup sederhana bersama istrinya Aini dan anaknya Genta.
            Setelah semuanya terungkap. Akhirnya adam mengaku dan menyerahkan dirinya ke pihak kepolisian dan menyerahkan seluruh arsip  yang dia ambil kepada Sir Arokh. Ternyata hal yang membuat Adam melakukan itu kepada Sir karena rasa iri yang dia miliki semenjak Sir pertama kali menceritakan padanya tentang impian terbesarnya itu. Diri Adam telah dibiarkan diracuni rasa iri kepada Sir. 
            1 tahun berlalu lagi.
            Sir berhasil merealisasikan impiannya itu. Dia berhasil membuat sebuah gedung yang tidak terlalu megah namun sangat indah, dikelilingin pohon-pohon rindang yang menyejukan, kelak bisa dipakai untuk sedekar nongkrong dan tempat berkumpul seluruh mahasiswa dan mahasiswinya. Setelah kejadian 1 tahun yang lalu, Sir tidak mau menunda-nunda lagi rencananya tersebut. Dia banyak mengurus proposal dan beberapa kali mencari beberapa donator yang bisa menbantunya. Aini sebagai istrinya terus mendukung mewujudkan cita-cita terbesar suami tercintanya itu. Aini juga akan dijadikan seorang pengajar, setia mendampingi Sir. 
            Setelah pengesahan berdirinya University Of Indonesian Writer tanggal 19 Agustus 2013. Sir Arokh dan Aini merekrut seseorang untuk menjadi guru yang akan ikut mengajar dan mengurus sekolahnya itu. Dia adalah detektif Donkey.
            Suatu hari, ketika Sir meminta detektif Donkey untuk mengajar di University Of Indonesian Writer. Sir mengajaknya berbincang dihalaman sekolah. Menikmati semilir angin yang sejuk yang dengan genit memainkan ujung-ujung rambutnya. Tak lupa Sir juga mengajak istri tercintanya Aini dan anaknya Genta. 
            “Aduh, bagaimana mungkin kalian merekrut saya untuk menjadi seorang guru ? sayakan seorang detektif.” Terang detektif pada Sir dan Aini. 
            “Tapi kami percaya, detektif bisa membantu kami untuk memajukan universitas ini. Kami pun bukan seorang guru atau pun dosen. Aku hanya seorang ibu rumah tangga, dan suamiku hanya seorang pegawai kantoran.” Jawab Aini dengan rasa rendah hati. Sir selain seorang penulis, dia juga seorang pegawai kantoran yang menggeluti dunia akuntansi.
            “Betul yang istri saya bilang, saya tentu amat yakin dan tidak main-main mangajak anda bergabung untuk memajukan universitas ini.” Jawab Sir ikut menyakinkan detektif agar mau menerima tawarannya itu.
            “Hmmm. .Baik, saya terima permintaan kalian. Tapi saya minta satu syarat.” Jawab detektif.
            Kedua mata Sir dan Aini pun bertemu dan saling pandang. Heran dengan detektif yang mengajukan sebuah persyaratan.
            “Syarat apa ?.” Tanya Sir ragu.
            “Karena ada profesi lain yang saya kerjakan. Jadi Ssya minta hanya 3 kali dalam satu minggu untuk mengajar disini. Bagaimana ?.” 
            “Ok, kami mengerti detektif.”  Jawab Sir dan Aini berbarengan.
            “Baik dikarenakan ada keperluan lain. Saya tidak bisa berlama-lama menemani kalian menikmati suasana yang amat menyenangkan ini. Kalian cukup pintar dalam memilih tempat.” Jawab detektif sambil berlalu keluar dari gerbang Universitas Of Indonesia Writer, dia menyalakan mobil jeepnya yang dirancang menjadi sebuah mobil detektif yang dibelakang kaca mobilnya bertuliskan, “ Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan. –Detektif Donkey”
            “Ibu, Om detektif itu misterius ya.?” Tanya Genta yang sedari tadi sedang berlarian mengejar-ngejar bola dilapangan universitas.
            “Apanya yang misterius Genta.?” Jawab Aini dengan nada yang lembut.
            “Om detektif selalu memakai kacamata hitam.” Jelas Genta.
            “Itu memang cirri khasnya sayang, detektif memang seperti itu. Memiliki kehidupan yang tidak ingin di sorot publik, setiap geraknya pun hati-hati.” Jawab Aini yang dengan sabar menjelaskan.
            “oh gitu ya bu.” Jawab Genta sambil mengangguk-anggukan kepalanya.
            Sir hanya tertawa melihat dua orang yang paling dia sayang. Tak lama setelah itu Sir memeluk erat Genta, bilang kalau dia amat mencintai anaknya itu. Sir juga mengatakan hal sama pada Aini, lalu mencium kening Aini dengan mesra.

THE END


           
           
             
           
           
           
           
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar